Giliran Kepala Dinas Pertanian dan Kabid Mutasi Digarap KPK

Sabtu 26-01-2019,10:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Dugaan suap dan gratifikasi kepada Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadisastra terus didalami KPK. Dan, pejabat di lingkungan Pemkab Cirebon kembali diperiksa. Yang diperiksa adalah Kepala Dinas Pertanian Ali Effendi serta Kabid Mutasi dan Kepangkatan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Sri Darmanto. Sri Darmanto sudah beberapa kali diperiksa KPK. Ia bahkan sempat dibawa ke Jakarta saat OTT 24 Oktober lalu, walau akhirnya dipulangkan. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemanggilan dua saksi tersebut guna proses pendalaman dugaan penerimaan yang dilakukan Sunjaya terkait mutasi, rotasi, dan promosi jabatan. “Hari ini (kemarin, red) penyidik memeriksa dua orang saksi untuk tersangka SUN (Sunjaya Purwadisastra), terkait dugaan suap mutasi, rotasi, dan promosi jabatan di Pemkab Cirebon dan dugaan menerima gratifikasi,” ujar Febri. Selain itu, sambungnya, penyidik perlu menelusuri dugaan penerimaan lain dalam kapasitas Sunjaya sebagai bupati melalui keterangan saksi. Saat disinggung soal bantahan Sunjaya terkait penuturannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di sidang terdakwa pemberi suap, Gatot Rachmanto, Febri mengimbau Sunjaya untuk bersikap kooperatif dan jujur. “Para saksi wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Justru kalau bohong di proses persidangan maka ada risiko pidana tersendiri,” tukasnya. Menurut Febri, hakim memiliki pertimbangan untuk memberatkan atau meringankan jeratan hukum Sunjaya jika nanti kasusnya naik ke persidangan. “Tentu kami akan mencermati persidangan tersebut. Hakim juga nanti akan melihat itu, ada faktor memberatkan dan ada faktor meringankan,” tandasnya. Seperti diberitakan, Sunjaya dihadirkan sebagai saksi saat sidang untuk Gatot Rachmanto di  Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (23/1). Sunjaya menyangkal semua keterangan yang disampaikannya di berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik KPK. Termasuk rekaman percakapan Sunjaya dengan ajudannya bernama Deni Syafrudin. Saat jaksa KPK memutar rekaman percakapan, terdengar Sunjaya menanyakan uang 100 dari Gatot. Kemudian dijawab Deni dengan mengatakan sudah terima 1 dari Gatot. Dalam dakwaan jaksa untuk terdakwa Gatot, angka 1 ini merujuk pada uang Rp100 juta dari Gatot kepada Sunjaya via Deni. Uang Rp100 juta itu sebagai imbalan dari Gatot karena telah dilantik Sunjaya sebagai Sekdis PUPR pada 3 Oktober 2018. Sunjaya lalu membantah makna \'sudah terima 1 dari Gatot\' itu sebagai uang. “Itu saudara Gatot maksudnya satu bundel berkas dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),” ujar Sunjaya. Jaksa pun kembali mempertanyakan maksud Sunjaya menanyakan 100. “Saya tidak menanyakan 100,” ujar Sunjaya lagi. Jaksa langsung menjawab; “Apa perlu diulang lagi,\" tegas jaksa. Rekaman pun diputar. Di rekaman, terdengar Sunjaya menghubungi Deni dan menanyakan 100 dari Gatot. Deni menjawab sudah terima 1. “Saya tidak menerima uang dari Gatot,\" timpal Sunjaya. Jaksa bertanya lagi apakah uang diterima dari Deni, Sunjaya kemudian mengaku tidak tahu. Tidak hanya tentang rekaman angka 100, juga ditanyakan tentang 3 rekening yang yang dibuka oleh Deni. Yakni atas nama Deni, Entik, dan Warno. Ada yang menarik dari tiga rekening yang dibuka oleh Deni. Dalam BAP saksi Deni, ia mengaku membuka rekening untuk seorang warga bernama Warno. “Keterangan dari saksi Deni bahwa Warno ini merupakan orang gila. Saksi Deni pada persidangan yang sudah lewat mengaku bahwa ia diperintahkan oleh Sunjaya,” ujar jaksa KPK Wiraksajaya. Wiraksajaya pada sidang itu membacakan keterangan Sunjaya untuk terdakwa Gatot Rachmanto. “Saksi meminta staf membuka rekening untuk menampung dana setoran dari ASN. Dengan rekening atas nama Deni, Entik dan Warno. Tujuannya agar dana besar tidak ditampung di satu rekening dan supaya tidak terlacak,\" ujar jaksa membacakan keterangan Sunjaya di BAP nomor 52. Namun keterangan tersebut dibantah sendiri oleh Sunjaya Purwadisastra. Jaksa KPK lainnya, Arin Kaniasari, sempat geram. “Penyidik KPK punya standar operasional untuk menyidik. Jika keterangan saksi tidak jelas seperti itu, sama saja dengan melecehkan penyidikan KPK,\" ujar jaksa. Usai sidang, Wiraksajaya mengatakan kualitas kesaksian Sunjaya akan jadi pertimbangan jaksa dalam penuntutan Sunjaya. Dari perdebatan di ruang sidang antara Sunjaya dan jaksa serta hakim, terungkap bahwa pada 3 rekening itu ternyata ada dua orang yang diduga berstatus orang gila (orgil). Walaupun semuanya tetap dibantah oleh Sunjaya. Menurut Sunjaya, rekening yang diatasnamakan pada orang gila, sebenarnya dikatakan ajudannya, Deni Syafrudin. “Saya pikir itu pernyataan ajudan. Pada saat saya periksa selanjutnya (diperiksa sebagai tersangka), saya baca banyak yang tidak sesuai. Tapi saya mengakui menandatanganinya,” kata Sunjaya di dalam ruang sidang. Pada kesempatan sidang, majelis hakim Rojai pun ikut memperjelas soal rekening tersebut. Namun, Sunjaya tetap membantah. “Saat itu saudara (Sunjaya, red) menyuruh carikan orang gila untuk buat rekening. Orang gilanya difoto, dibuatkan KTP dan ditandatangani Deni (ajudan, red). Namanya Warno dan Entik,” kata Rojai. (fin/jun)

Tags :
Kategori :

Terkait