Penemuan Fosil Gajah Purba di Desa Galuhtimur

Jumat 08-02-2019,08:49 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Dari sekian banyak situs purbakala yang ada di Indonesia, Jawa merupakan area yang merekam situs purbakala paling lengkap dibandingkan wilayah lainya. Pulau Jawa merupakan tempat yang paling terkenal dengan endapan-endapan Pleistosennya. Hal ini disebabkan karena endapan Pleistosen tersusun dari litologi yang memiliki ciri peralihan fasies laut ke darat dan sebagian vulkanik.             Baca: INVENTARISASI DATA GEOLOGI, PALEONTOLOGI, DAN ARKEOLOGI SITUS BUTON (BUMIAYU-TONJONG), JAWA TENGAH SEBAGAI DASAR PENENTUAN KAWASAN WARISAN GEOLOGI Hal yang kedua ialah karena endapan-endapan Kuarter di Pulau Jawa dikenal banyak kandungan fosil terutama fosil manusia purba. Salah satu daerah terbaru yang ditemukan jejak fosil dan peninggalan purbakala adalah daerah Bumiayu. Daerah Bumiayu pada masa lampau merupakan salah satu jembatan daratan yang memungkinkan proses migrasi dari daratan Asia ke Jawa dan merupakan situs paleontologi tertua di Jawa Tengah. Secara fisiografis, situs Bumiayu-Tonjong berada pada ujung paling barat dari jajaran pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan rangkaian pegunungan Zona Bogor. Pusat inventarisasi koleksi situs Bumiayu-Tonjong terletak di Desa Kalierang, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Jejak-jejak purbakala seperti fosil vertebrata, invertebratae, dan artefak di temukan di sekitar Kaliglagah, Bumiayu sampai daerah Tonjong. Sebagain besar fosil di Bumiayu di temukan di Formasi Kaliglagah, Formasi Gintung, dan Formasi Linggopodo. Fosil-fosil vertebrata yang ditemukan di Formasi Kaliglagah antara lain Cervus problematicus, Antilope saatensis, Mastodon bumiajuensis, Muntiacus bumiajuensis, Stegodon trigonocephalus, berumur Pliosen Akhir. Penentuan umur oleh Von Konigswald berdasarkan fosil vertebrata tersebut dilakukan dengan cara membandingkan dengan kumpulan fosil vertebrata yang terdapat di India (zona Tatrot) yang dikenal sebagai Fauna Siwalik. Penelitian di Kawasam Bumiayu diawali pada tahun 1920, pada masa penjajahan Belanda. Keberadaan fosil binatang Vertebrata di Bumiayu pertama kali dari laporan Van Der Lerk pada tahun 1923. Selanjutnya Van Es melakukan penelitian pada tahun 1925, disusul oleh Zwerycki dan Sterlin pada tahun 1926. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Von Koenig Swald dan Van DerMaarel menemukan fosil yang disebut sinomastodon bumiajuensis, stegodon, badak, kuda air, dan kura-kura. Letak geografis situs Bumiayu berada di wilayah Kabupaten Brebes,Provinsi Jawa Tengah. Situs Bumiayu berada sekitar 20 Km arah barat Gunung Slamet dan merupakan daerah dataran tinggi dengan topografi berbukit dan bergelombang. Situs Bumiayu menempati tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bumiayu,Kecamatan Tonjong dan Kecamatan Bantarkawung. Daerah ini menyimpan kandungan arkeologis, diantaranya: Kali glagah, Kali Ciisaat, Kali Biuk, Kaligintung, Kali Jurang, Kali Larang, Maribaya, Kali Bodas, Kali Petujah, Kali Limus di desa Kalinusu,  dan Gunung Geulis di Pengarasan. Tidaklah mengherankan, ditemukan kembali bagian fosil gajah purba (Elephas) dan diangkat atau diekskavasi oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, di Dukuh Tengah Desa Galuhtimur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jateng, Kamis (7/2). Fragmen fosil yang diekskavasi tersebut diyakini berusia ratusan ribu tahun. Ekskavasi oleh BPSMP dilakukan bersama Tim Museum Mini Purbakala Bumiayu-Tonjong (Buton) serta para mahasiswa dari Laboratorium Jurusan Sejarah Unnes. Untuk mencapai lokasi, mereka menyusuri sungai dan perbukitan sejauh sekitar 5 kilometer. Lokasi fosil gajah purba itu ditemukan di tebing sedalam 5 meter, tertanam di pinggir Sungai Kembang. Dalam ekskavasi itu, Tim BPSMP menggali tanah dan membuat perimeter dengan batok kayu. Kemudian untuk menyelamatkan serpihan fosil, diberi cairan kimia polyurethan. Tujuannya untuk memperkeras dan merekatkan fosil agar tidak hancur ketika diangkat. Staf BPSMP Sangiran Suwita Nugraha mengatakan, ekskavasi dilakukan untuk menyelamatkan fosil purba. \"Pengangkatan (ekskavasi) ini dilakukan untuk menyelamatkan fosil tersebut. Kemudian bisa disambung langsung di lokasi apabila (fosil) patah. Dan juga meneliti ditemukan pada lapisan apa,\" katanya. Khusus fosil tersebut, ia memprediksi bagian utamanya telah terpisah jauh dari lokasi sekarang. Prediksi itu dikuatkan dengan adanya aliran sungai yang berada di samping penemuan fosil. \"Temuan ini bisa jadi memperkuat bukti adanya kehidupan manusia purbakala di daerah Bumiayu dan sekitarnya,\" ujar dia. Ia menambahkan dari hasil ekskavasi, fosil elephas tersebut masuk dalam formasi Gintung yang tanahnya banyak dari unsur batu dan pasir sungai. Diyakini, gajah tersebut mati saat hendak minum, lantaran letaknya dekat sungai. Sehingga fosil-fosil yang ditemukan di Bumiayu kebanyakan tidak utuh. \"Berbeda seperti fosil yang ada di Patiayam, Kudus, yang kebanyakan ditemukan tertimbun oleh abu vulkanik. Makanya fosil di Patiayam banyak yang utuh. Masih di sekitaran penemuan. Karena tidak terseret oleh arus sungai,\" jelasnya. Secara umum, ekskavasi itu merupakan kelanjutan atau kedua dari ekskavasi yang dilakukan pada 2018. Ketika itu, ekskavasi dilakukan di Sungai Gintung. Lebih lanjut Suwitna mengungkapkan, di sekitar lokasi tersebut, masih ada tiga titik lainnya dari fosil yang akan diangkat. Namun kali ini, fosil yang ditemukan merupakan gajah purbaukuran besar (Stegodon) dan kerbau purba. Diketahui, Juli 2018, Tim Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran dan tim Buton telah melakukan penggalian pada lokasi penemuan fosil purbakala di wilayah Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, tepatnya di Sungai Gintung, Dukuh Tengah, Desa Galuh Timur. Tim juga menemukan beberapa artefak atau benda-benda arkeologi bernilai sejarah yang menjadi indikasi budaya manusia jaman dahulu. Artefak yang ditemukan tersebut berjumlah 7 buah berupa artefak batu. Fosil-fosil tersebut ditemukan dalam berbagai formasi atau urutan susunan lapisan batuan seperti formasi Sungai Giu, Sungai Gintung, dan Sungai Glagah. Untuk formasi Sungai giu sendiri rata-rata ditemukan warna kehijauan atau biru yang menunjukan unsir laut. Sementara formasi Glagah ada unsur lempung berwarna kelabu gelap dan diatasnya pasir. (*)  

Tags :
Kategori :

Terkait