Teknologi Anti-lock Braking System (ABS) Efektif Tekan Kecelakaan?

Kamis 21-02-2019,13:33 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

\" Saya ingat saya mengambil lajur kiri dengan kecepatan rendah tidak lebih dari 70km/jam karena ingin mampir ke rest area, namun karena tidak jadi saya mulai menambah kecepatan. Saya ingat ada mobil di sebelah kanan saya dan posisi saya hampir berdampingan. Karena hujan deras dan visibility saya terbatas saya tidak bisa melihat kondisi jalan. Yang terlihat hanya percikan air dan aspal,\" tulis Dwi Nurmawan, Komisaris Radar Cirebon. Lebih lanjut, dalam tulisannya, tiba-tiba merasakan genangan air di ban mobil dan percikan genangan air yang menutupi seluruh kaca depan, sehingga tidak bisa melihat sama sekali.                       \"Refleks saya pertama adalah menekan rem. Dan pada saat saya menekan rem, setir mobil terasa bergetar sangat hebat dan setir berputar kekiri sendiri dengan sangat kuat dan terkunci. Aquaplanning atau Hydroplanning,\" ungkapnya. Kemudian, ia berusaha membalikkan setir ke posisi lurus, namun tidak berhasil dan pada saat itu merasakan mobil terbolak balik. \"Setidaknya saya merasakan saya berputar 2 kali (entah benar atau tidak),\" ungkapnya. Ini adalah cuplikan kisah Dwi Nurmawan berjudul 3 Detik Antara Hidup dan Mati. Menjadi pertanyaan khalayak, apakah jenis mobil Suzuki Grand Vitara menggunakan teknologi anti-lock braking system (ABS) atau belum? Teknologi ABS kali pertama muncul sekitar 1950-an. Dalam catatanRoad and Track, para insinyur dari Jerman dan Perancis bereksperimen membuat beragam model rem anti-selip. Awalnya teknologi itu ditujukan untuk pesawat terbang dan kereta api. Pada 1953, Hans Scherenberg yang menjabat Pimpinan Desainer Mercedes-Benz di bawah perusahaan Daimler mulai mematenkan sistem serupa ABS. Untuk menjalankan sistem ABS di mobil, dibutuhkan lebih banyak sensor dan pengolahan sinyal lebih cepat dibandingkan pesawat atau kereta api. Sensor-sensor itu bertugas menangkap pergerakan akselerasi dan deselerasi roda. Dengan begitu motor ABS dapat menyesuaikan tingkat pengereman di setiap roda. Pengembangan sistem rem anti-selip untuk mobil berlangsung cukup panjang. Warsa 1970, Mercedes-Benz bekerjasama dengan perusahaan elektronik Teldix—kemudian diambil alih oleh perusahaan Bosch—memperkenalkan teknologi rem anti-blok untuk mengantisipasi ban terkunci. Inovasi Mercedes-Benz memacu pabrikan kendaraan dan perusahaan teknologi lain berlomba memperkenalkan teknologi serupa dengan penyebutan berbeda. Chrysler menggandeng Bendix Corporation mengumumkan kepada publik teknologi pengereman “Sure Brake” yang terpasang pada Chrysler Imperial keluaran 1971. General Motors juga mengikuti jejak dengan merilis teknologi ABS bernama “Trackmaster”. Namun, teknologi yang pada 1972 itu melekat di mobil-mobil Cadillac dan Oldsmobile Tornado hanya bekerja pada rem belakang.

Perusahaan Jepang, Denso, turut memproduksi ABS yang diaplikasi pada Nissan President dan Toyota Crown. Toyota juga memasang ABS pada Toyota Crown lansiran 1971. Di waktu-waktu berikutnya Mercedes-Benz sebagai pencetus mekanisme ABS melakukan lompatan inovasi lanjutan. Sistem mikroelektronik digital digunakan sebagai pengganti mekanisme analog-elektronik di ABS generasi awal. Mercedes-Benz semakin percaya diri menjadikan ABS sebagai senjata dalam berjualan. Masalah Putaran roda yang sulit dikontrol, serta understeer diklaim jarang terjadi pada mobil-mobil Mercedes-Benz S-Class yang sudah memakai ABS. Perusahaan otomotif Jerman itu lantas membuat slogan yang artinya kurang-lebih “Dibuat dengan cara yang tidak digunakan oleh mobil-mobil lain di dunia”. Mercedes-Benz gencar memperkenalkan teknologi ABS kepada publik, salah satunya lewat brosur di tahun 1978. “Sistem anti-lock braking menggunakan komputer untuk memonitor perubahan kecepatan rotasional dari setiap roda saat mengerem. Jika kecepatan melambat terlalu cepat (seperti saat mengerem di permukaan jalan licin) dan roda rentan terkunci, komputer secara otomatis menguragi tekanan pengereman. Roda berputar kembali lantas tekanan rem ditingkatkan lagi, sampi roda berhenti. Proses itu dilakukan berulang kali dalam hitungan detik.” Bunyi penjelasan di brosurMercedes-Benz dan Bosch. Fungsinya yang vital untuk menjaga keselamatan berkendara, ABS ditetapkan menjadi perlengkapan wajib kendaraan di beberapa negara. Uni-Eropa telah mengetuk palu, terhitung mulai 1 November 2014 semua mobil penumpang dan kendaraan komersial keluaran baru harus dilengkapi electronic stability control (ESC). Perangkat ESC menggunakan ABS untuk menyesuaikan putaran di setiap roda kendaraan agar mobil tetap stabil saat menikung tajam atau bermanuver cepat dalam keadaan darurat. Dengan kata lain, mobil yang dilengkapi ESC sudah pasti memiliki ABS pula. Dua tahun kemudian, Uni-Eropa mewajibkan produsen untuk menanamkan ABS pada sepeda motor dengan kapasitas mesin 125 cc ke atas. Tujuannya agar tingkat kecelakaan kendaraan roda dua bisa ditekan. Peraturan yang sama juga ditetapkan Pemerintah India. Sepeda motor berkapasitas mesin 125 cc ke atas yang diproduksi mulai 1 April 2018 mesti dilengkapi ABS. Sementara itu, Pemerintah Australia menjadikan ABS sebagai fitur wajib di setiap truk trailer sejak Juli 2014. Sebelumnya kewajiban menggunakan ABS hanya berlaku untuk bus dan truk selain trailer.
        Laporan penelitian “Antilock Brakes and Risk of Front and Rear Impact in Two Vehicle Crashes” yang ditulis Leonard Evans dan Peter H. Gerrish dari Departemen Keselamatan Kendaraan Pusat R&D General Motors tahun 1995, memaparkan efektivitas ABS dalam mengurangi risiko tabrakan kendaraan. Evans dan Gerrish mengobservasi kasus-kasus kecelakaan tabrak belakang yang dialami mobil Chevrolet, Pontiac, dan Oldsmobile keluaran tahun 1991 dan 1992 di Texas, Missouri, North Carolina, Pennsylvania, dan Indiana. Mereka membandingkan intensitas kecelakaan yang dialami mobil non-ABS dan mobil dengan ABS. Temuan observasi itu menunjukkan, kemungkinan mobil yang dilengkapi ABS menabrak bagian belakang mobil di depannya lebih kecil 48 persen dibandingkan mobil tanpa ABS. Namun, mobil dengan ABS memiliki kemungkinan ditabrak dari belakang lebih besar 30 persen daripada mobil tanpa ABS. Peran ABS mengurangi risiko kecelakaan juga diulas dalam studi yang dilakukan oleh Matteo Rizzi, Johan Strandroth, Andres Kullgren, Claes Tingvall, dan Brian Fildes dari tiga universitas berbeda di Swedia dan Australia tahun 2013. Mereka menganalisa kasus-kasus kecelakaan sepeda motor tahun 2009 di Italia, tahun 2006-2009 di Swedia, dan tahun 2003-2012 di Spanyol yang dialami motor ABS dan non-ABS. Para peneliti menyimpulkan, ABS mampu mengurangi risiko kecelakaan fatal di tiga negara tersebut. Di Italia, motor dengan ABS memiliki tingkat kecelakaan lebih rendah 24 persen di Italia, 29 persen di Spanyol, dan 34 persen di Swedia. Perangkat ABS berpengaruh besar menghindari insiden di persimpangan dan menghindari tabrakan dengan kendaraan di depan pada jalur yang sama. Namun, ABS tidak mampu menghindarkan pengguna kendaraan dari beberapa jenis kecelakaan. Masih dalam studi yang sama, disebutkan sepeda motor dengan ABS tetap berisiko tinggi mengalami kecelakaan tabrak depan dan tabrak sisi di jalanan dua arah, serta tabrak samping. Cela ABS dalam mengantisipasi kecelakaan juga dituangkan dalam laporan Insurance Institute Highway Safety (IIHS)—badan keselamatan lalu lintas di bawah Departemen Transportasi Amerika Serikat tahun 2013. Disebutkan dalam laporan itu, perangkat ABS tidak bisa diandalkan untuk menghindari kecelakaan tabrak belakang yang dialami pengguna sepeda motor. (*)
Tags :
Kategori :

Terkait