Bangladesh Stop Terima Pengungsi Rohingya

Minggu 03-03-2019,02:02 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

WASHINGTON- Menteri Luar Negeri Bangladesh, Shahidul Haque menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB, tidak bisa lagi menerima pengungsi Rohingya dari Myanmar. Pasalnya, krisis pemulangan ratusan ribu orang Rohingya yang berlindung di negaranya, telah berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Untuk itu, Bangladesh mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan. Shahidul mengatakan, saat ini sekitar 740.000 Muslim Rohingya tinggal di kamp-kamp di Bangladesh setelah mereka diusir dari negara bagian Rakhine utara Myanmar. \"Di sini, saya dengan menyesal memberi tahu dewan bahwa Bangladesh tidak lagi berada dalam posisi untuk menampung lebih banyak orang dari Myanmar,\" kata Haque. Di bawah kesepakatan yang dicapai dengan Bangladesh, Myanmar setuju untuk mengambil kembali beberapa pengungsi, tetapi PBB bersikeras keselamatan Rohingya menjadi syarat untuk mereka kembali. Setelah perjalanan ke Myanmar, utusan PBB Christine Schraner Burgener melaporkan, kemajuan lambat dalam upaya membantu ratusan ribu warga Rohingya kembali ke rumah dan memperingatkan pemilihan Myanmar tahun depan dapat memperburuk krisis. Duta Besar Myanmar Hau Do Suan bersikeras, pemerintahnya mengambil langkah dan meminta kesabaran. Dia berbicara tentang hambatan fisik dan psikologis yang besar. Disebutkan butuh waktu serta keberanian untuk membangun kepercayaan di antara berbagai komunitas di Rakhine. Tiongkok, yang memiliki hubungan dekat dengan mantan pemerintah militer Myanmar bersikeras, bahwa bantuan pembangunan dapat membantu meredakan ketegangan di Rakhine dan menjelaskan dewan tidak boleh terlibat dalam menangani krisis pengungsi. \"Terserah kedua negara untuk mencari solusi,\" kata Wakil Duta Besar Tiongkok Wu Haitao. Menurut para diplomat, pada Desember, Inggris mengedarkan rancangan resolusi yang akan memaksa Myanmar untuk meluncurkan strategi mengatasi krisis Rohingya. Tetapi Tiongkok mengancam akan memveto tindakan itu. \"Kami sangat kecewa bahwa tidak ada kemajuan lebih lanjut dalam mengembalikan pengungsi,\" kata Duta Besar Inggris Karen Pierce. \"Aapa yang telah dilakukan terhadap Muslim Rohingya dan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar menandai ini sebagai salah satu peristiwa paling mengerikan abad ini sejauh ini,\" sambung Pierce. Pemimpin sipil de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, yang telah dikritik karena gagal berbicara untuk membela Rohingya, berusaha untuk mengonsolidasikan posisinya menjelang pemungutan suara 2020. Militer Myanmar mendominasi negara mayoritas Buddha itu. Militer memegang seperempat kursi di parlemen dan mengendalikan tiga kementerian, membuat cengkeraman mereka pada kekuatan pemerintahan meskipun ada reformasi politik yang dimulai pada 2011. (der/cna/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait