Dipersidangan, Sunjaya-Deni Sang Ajudan Debat Soal Uang dan Aset

Jumat 08-03-2019,14:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

BANDUNG-Sunjaya Purwadisastra blak-blakan. Bupati Cirebon nonaktif itu menyeret sejumlah nama terkait uang terima kasih pasca pelantikan mutasi dan rotasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintahan Kabupaten Cirebon selama periode 2014 sampai dengan 2018. Salah satu nama yang disebut Sunjaya dalam sidang yang digelar Rabu (6/3) lalu adalah Deni Syafrudin. Deni menjabat sebagai ajudan ketika Sunjaya menjadi bupati. Di ruang sidang Pengadilan Tipikor Bandung, Sunjaya menyebut Deni juga menerima uang terima kasih pasca pelantikan mutasi dan rotasi jabatan ASN. Uang terima kasih yang diterima Deni, kata Sunjaya, dibelikan tanah, rumah, mobil, dan lainnya. “Tanah di Losari yang beberapa waktu lalu dijual ke Ibu Lilis, rumah di Sendang Regency, memiliki mobil Mitsubishi Pajero, Toyota Yaris, Honda Brio, membangun mertuanya rumah, dan orang tuanya dibangun toko untuk berjualan,” kata Sunjaya. Di sinilah terjadi perdebatan. Deni yang juga dihadirkan dalam sidang sebagai saksi, rupanya tak terima dengan pernyataan Sunjaya. Ia memberikan bantahan. “Maaf majelis hakim, orang tua saya sebelum saya lahir sudah berjualan,” bantah Deni. Beruntung, adu mulut keduanya tak berlangsung lama karena dipotong oleh hakim. Hakim mengingatkan untuk melanjutkan materi persidangan. Sunjaya sendiri masih ingin menyerang Deni. Setidaknya itu disampaikan usai persidangan. Ketika dicegat wartawan, ia tampak kesal dengan krnonologi penangkapan dirinya oleh KPK pada Oktober 2018 lalu. Sunjaya menganggap bahwa kasus yang membelitnya penuh unsur politik. Dia beralasan, ketika meminta Deni untuk mentransfer uang Rp250 juta sebagai sumbangan acara Sumpah Pemuda yang digelar PDIP, sebenarnya di rekening, baik atas nama Deni Syafrudin ataupun Warno, masih ada uang. Menurut Sunjaya, harusnya Deni tidak perlu mengambil uang di Gatot. “Saat rapat di DPP, saya bilang ke Deni uangnya ada tidak. Kata Deni ada, awalnya hanya Rp200 juta. Artinya malam itu sebenarnya bisa transfer, tinggal tambah Rp50 juta. Tapi kata Deni kalau SMS banking maksimal Rp100 juta. Ya sudah, besoknya. (tapi besoknya) terus alasannya sakit. Kenapa sakit, tapi ngambil uang di Gatot,” tanya Sunjaya. “Coba kalau uang yang ada di rekening atas nama Deni Syafrudin yang tadinya ada Rp800 juta dan sudah keluar Rp500 juta, kan ada sisa Rp300 juta. Itu cukup (cukup untuk ditransfer ke panitia Sumpah Pemuda PDIP, red). Kalau ini cukup (tak perlu ambil ke Gatot Rachmanto, red) saya tidak kena OTT. Di sini ada apa? Ini unsur politik,” tandasnya. Walaupun demikian, saat persidangan, Jaksa KPK kembali memutar rekaman percakapan telepon pada 22 Oktober 2018 pukul 17.17 WIB antara Sunjaya dan Gatot yang kemudian dilanjutkan Deni Syafrudin. Dalam percakapan itu, ada perjanjian pengambilan uang terima kasih pasca pelantikan Gatot Rachmanto sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon. Dalam percakapan itu, Sunjaya menginstruksikan Gatot untuk menitipkannya ke Deni. “Nanti yang itu, dititip ke Deni aja ya,” kata Sunjaya dalam rekaman percakapan telepon. Ya, dalam kasus ini, hanya Sunjaya dan Gatot yang akhirnya diadili. Keduanya terjaring OTT KPK pada 24 Oktober 2018. Ketika itu, sekitar pukul 16.00, tim KPK mendatangi kediaman Deni Syafrudin di Kedawung Regency 3. Di kediaman Deni, KPK menyita uang Rp116 juta dan bukti setoran ke rekening penampung milik Sunjaya yang diatanamakan orang lain dengan nilai Rp6,4 miliar. Dari kediaman Deni, KPK menuju rumah Gatot di Graha Bima Cirebon. Gatot ikut dibawa bersama Deni menuju  Pendopo Bupati di Jl RA Kartini, Kota Cirebon. KPK kemudian berturut-turut mengamankan Sunjaya dan ajudan lainnya bernama Nanda, Kabid Mutasi BKPSDM Sri Darmanto, serta Kepala BPKSDM Supadi Priyatna. Dalam prosesnya, Sunjaya dan Gatot ditahan dan diproses, sementara lainnya dipulangkan. (jun)

Tags :
Kategori :

Terkait