Harga Minyak Terus Naik, Neraca Perdagangan RI Terganggu

Senin 08-04-2019,16:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Pemerintah mewaspadai kenaikan harga minyak. Ini terjadi setelah minyak Brent menembus USD 70,48 per barel. Angka tertinggi sejak November 2018. Kondisi inilah yang secara tidak langusng menekan neraca perdagangan Indonesia. Pasalnya, Indonesia sendiri merupakan negara importir minyak. Sekretaris Menko Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, pemerintah akan terus memperbanyak penggunaan B20 agar impor minyak bisa dikurangi. \"B20 saya rasa sudah mulai menunjukkan efeknya sejak mulai diwajibkan tahun lalu. Setelah 4 bulan berturut-turut neraca dagang kita defisit, Februari lalu kita bisa surplus,\" terang Susiwijono. Menurutnya, dampak kenaikan harga minyak dunia tidak dapat dihindari. Sebab banyak sentimen yang memengaruhi naik-turunnya harga minyak global. Namun yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah mengurangi konsumsi dalam negeri. B20 bisa jadi telah menekan pertumbuhan impor minyak. Namun dampak secara keseluruhan terhadap neraca perdagangan masih membutuhkan waktu. \"Pada posisi ini, artinya kita tidak bisa bertumpu pada konsumsi minyak yang menurun saja,\" katanya. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira mengatakan, neraca perdagangan bulan ini bisa mengalami defisit apabila nilai impor minyak meningkat. \"Bisa juga di awal tahun ini transaksi berjalan mengalami defisit yang cukup lebar,\" katanya. Namun risiko defisit itu bisa ditekan, asalkan Indonesia bisa mengurangi impor minyak dengan B20. Atau, Indonesia meningkatkan nilai ekspor sehingga impor dapat ditekan. Neraca dagang Indonesia pada Februari lalu sebenarnya sudah cukup bagus, dengan mencatat surplus USD 330 juta. Namun mengingat neraca migas sepanjang 2018 mengalami defisit, maka pemerintah perlu memberi perhatian khusus. Tahun lalu, defisit neraca migas mencapai USD 12,4 miliar, naik 44,7 persen jika dibandingkan pada 2017. Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, untuk membuat neraca perdagangan surplus, butuh upaya yang menyeluruh. Tak hanya mengurangi impor minyak, namun juga meningkatkan ekspor. \"Sekarang tantangan kita ada di ekspor minyak kelapa sawit, karena pasar Uni Eropa itu pasar terbesar ke-4 kita untuk ekspor. Kita masih sedang fokus ke masalah itu,\" beber mantan gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut. (din/ful/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait