Asongan Demo Setengah Bugil

Jumat 03-05-2013,08:40 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Tolak Penertiban, Pedagang Bentrok dengan Petugas Stasiun Prujakan CIREBON - Penertiban pedagang asongan di Stasiun Prujakan Kota Cirebon berlangsung ricuh, kemarin (2/5). Petugas yang memaksa pedagang meninggalkan area stasiun, mendapat perlawanan sengit, sehingga bentrok fisik tak bisa dicegah. Akibatnya, tidak kurang dari tiga pedagang tak sadarkan diri. Pantauan Radar di lapangan, sejak pagi, ratusan pedagang asongan tetap ada dan membawa barang dagangan ke stasiun Prujakan. Padahal, sesuai ketentuan, pedagang asongan harus sudah meninggalkan stasiun Prujakan per jam 10.00 WIB, kemarin. Sayangnya, ketentuan tersebut tidak diindahkan. Meski sudah lewat pukul 10.00 WIB, para pedagang masih bersikeras berada di stasiun dan menduduki jalur sembilan. Alhasil, tindakan tersebut membuat petugas keamanan yang terdiri dari TNI, kepolisian, polsuska dan Satpol PP kewalahan. Awalnya, petugas keamanan membujuk para pedagang agar tidak menduduki jalur 9 tersebut. Namun, pedagang melakukan perlawanan. Mereka tetap ngotot, bahkan cacian dan makian pun terlontar dari mulut para pedagang. Tak sedikit petugas keamanan yang juga hampir tersulut emosi, namun segera dipisahkan dari keramaian. Tak kurang dari satu setengah jam, situasi semakin memanas, petugas mulai mengangkuti barang dagangan para pedagang satu per satu. Sontak para pedagang pun tak terima. Cacian pun kembali dilontarkan, bahkan tak sedikit pedagang asongan yang berdzikir di tengah rel kereta api. Pihak PT KAI berupaya mengingatkan agar para pedagang segera meninggalkan lingkungan stasiun melalui pengumuman. Namun hal itu tidak juga diindahkan pedagang. Sebagai bentuk perlawanannya, sejumlah pedagang perempuan melakukan aksi nekat setengah bugil dengan melepas pakaian hingga tanpa busana. Namun hal itu tak digubris para petugas keamanan. Setelah mengangkut seluruh barang dagangan yang ada, petugas keamanan menarik dan mengangkut satu per satu pedagang keluar dari jalur kereta api. Perlawanan pun tetap terjadi. Meskipun begitu, ada juga asongan yang akhirnya mundur teratur dan meninggalkan stasiun. Sedikitnya, tiga hingga lima petugas keamanan menggotong satu pedagang asongan keluar di jalur kereta api. Tak sedikit pula asongan yang mengalami luka ringan lantaran ditarik petugas keamanan. Perjuangan para pedagang tidak berakhir sampai di situ. Siang harinya, ratusan pedagang itu mendatangi kantor balai kota untuk mengadu nasib. Namun, hanya 10 perwakilan pedagang yang diizinkan masuk dan menghadap Wakil Wali Kota Cirebon, Drs H Nasrudin Azis SH. Salah seorang pedagang, Paryono mengatakan, bantuan berupa gerobak yang diberikan PT KAI Daop 3 Cirebon tidak lantas menyelesaikan masalah. Pasalnya, bantuan tersebut tidak meng-cover seluruh pedagang yang ada. “Bantuan hanya sebanyak 50 unit, artinya hanya 50 pedagang yang dapat. Nah sisanya mau dibagaimanakan?” ujarnya. Paryono juga meminta ada solusi yang jelas dan menyeluruh. Karena, berdagang adalah mata pencaharian yang dilakukan untuk menyambung hidup. Dalam kesempatan itu, Wakil Wali Kota Drs Nasrudin Azis SH mengatakan, kalau hal yang dilakukan PT KAI Daop 3 Cirebon memang belum bisa memuaskan seluruh keinginan pedagang. Namun, kata dia, pemerintah kota sendiri, akan berupaya untuk memberikan solusi pada pedagang. “Tapi semuanya butuh waktu, bertahap,” ucapnya. Terpisah, Manajer Humas PT KAI Daop 3 Cirebon, Sapto Hartoyo mengaku, pihaknya terpaksa melakukan tindakan represif pada pedagang asongan. Hal itu dilakukan karena tindakan asongan dianggap sudah berlebihan dan membangkang. Padahal, lanjut dia, sosialisasi terkait aturan dilarang berjualan di areal stasiun sudah dilakukan sejak lama. Namun sayangnya, aturan itu tidak diindahkan. Sejumlah tenggang waktu pun sudah dilakukan oleh PT KAI. Solusi alih profesi dan pemberian bantuan gerobak pun sudah dilakukan. “Kami hanya mengimplementasikan aturan yang ada. UU No 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian dan aturan lainnya. Kalau kami tidak menjalankan aturan, berarti kita juga salah,” lanjutnya. Aturan yang dimaksud, selain Undang-undang No 23 Tahun 2007, adalah PP Nomor 56 tahun 2008 tentang penyelenggaraan perkretaapian. Dipertegas dengan PP Nomor 72 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan kereta api, serta instruksi Direksi PT KAI Nomor 26/LL.006/KA-2012 yang berisi penertiban pedagang asongan penumpang liar dan penumpang di atap KA. Terkait kericuhan yang terjadi, Sapto menegaskan kalau PT KAI Daop 3 Cirebon akan bertanggung jawab atas biaya pengobatan yang dikeluarkan pedagang bila mendapatkan perawatan medis. Terkait bantuan gerobak yang dinilai salah sasaran oleh pedagang, Sapto menegaskan kalau hal itu tidak benar. Pasalnya, daftar penerima bantuan gerobak didapatnya dari para pedagang. Sehingga tidak benar adanya, bila bantuan gerobak tersebut dialihkan untuk elemen lain. “Data yang kami terima itu dari koordinator pedagang asongan. Jadi tidak mungkin salah sasaran,” tukasnya. Sementara itu, Wali Kota Cirebon Drs Ano Sutrisno MM mengatakan, sejumlah solusi sudah ditawarkan oleh PT KAI Daop 3 Cirebon untuk penangangan pedagang asongan. Dari sekitar 400 pedagang asongan yang merupakan warga Kota Cirebon, PT KAI Daop 3 Cirebon mengakomodir sekitar 150 orang. Mulai dari alih profesi menjadi petugas keamanan, kebersihan hingga bantuan pemberian gerobak. Namun diakui Ano, hal itu belum bisa meng-cover seluruh pedagang asongan yang ada. Dan Rabu (1/5) lalu, diakui Ano, pihaknya juga melakukan rapat dengan PT KAI Daop 3. Dalam rapat tersebut, Ano mengaku pemerintah Kota Cirebon meminta kembali tenggang waktu pada PT KAI selama 6 bulan agar jangan melakukan sterilisasi terlebih dahulu. Karena, pemerintah kota akan memberikan bantuan berupa modal pada pedagang asongan saat anggaran perubahan nanti. Sehingga, lanjut dia, pada prosesnya akan membutuhkan waktu sekitar 6 bulan. “Kemarin kami meminta kepada kadaop untuk diberikan waktu 6 bulan lagi, tapi KAI tetap keukeuh dan tidak ada toleransi lagi,” ujarnya. Ano menegaskan, pemerintah kota tidak akan tinggal diam. Dia pun tidak bisa memaksa KAI, karena direksi menjalankan aturan atau undang-undang yang ada. “Semuanya bertahap, dan untuk masalah ini tidak bisa diselesaikan langsung atau semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya butuh proses. Kami tidak diam saja,” tukasnya. (kmg)

Tags :
Kategori :

Terkait