Evaluasi Tunggu Pemilu Rampung

Senin 29-04-2019,01:01 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA - Tahapan Pemilu 2019 masih berlangsung. Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta para pihak tidak cepat menyimpulkan. Evaluasi pemilu baru bisa dilakukan setelah seluruh tahapan selesai. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, jika Pemilu 2019 dinilai penuh dengan kecurangan, pemilu yang rusak dinilai kurang tepat. Arief menegaskan Pemilu Serentak 2019 sangat transparan. Semua pihak bisa mengawasi mulai dari tahapan pemungutan hingga rekapitulasi hasil penghitungan suara. Rekapitulasi penghitungan suara saat ini baru sampai di tingkat Kabupaten/Kota. Setelah selesai di tingkat Kabupaten/Kota, rekap dilanjutkan ke tingkat Provinsi dan Nasional. \"Yang jelas saya sampaikan, Pemilu 2019 adalah Pemilu yang sangat transparan. Itulah yang kemudian memunculkan partisipasi banyak pihak di banyak tempat,\" kata Arief di Jakarta, Sabtu (27/4). Arief meminta semua pihak tak menyimpulkan penyelenggaraan pemilu gagal. Semua pihak diminta menunggu semua proses pemilu rampung. \"Jadi silakan menyimpulkan apakah ini gagal atau apakah ini curang, nanti setelah seluruh proses selesai mari kita evaluasi sama-sama,\" ujarnya. Pencoblosan Pemilu 2019 sudah berlangsung pada Rabu, 17 April 2019. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, publik memilih secara bersamaan presiden serta wakilnya di DPR, DPRD, dan DPD. Terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengkritik pemilu serentak ini. Pelaksanaan pesta demokrasi dengan model ini dianggap tidak efektif. Ia menyebut, secara garis besar, pemilu Indonesia yang sangat sulit dikelola karena dua hal. Pertama, menyatukan pemilu DPR dan DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota pada waktu yang bersamaan. Yang kedua, yakni soal manajemen teknis kepemiluan seperti surat suara yang besar dan banyak. Belum lagi masalah distribusi logistik pemilu mengalami kendala keterlambatan atau kekurangan jumlah. Sementara itu, Politikus PAN, M Yasin Kara menyebut penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 rusak. Alasanya, ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus menjadi korban dari aturan baru yang membuat Pileg dan Pilpres digelar serentak. \"Untuk pemilu 2019 ini rusak, sampai harus ada 230 orang meninggal. Kalau kita harus berubah mbok ya dikaji dulu secara objektif aturan-aturannya,\" kata Yasin. Ia mengaku prihatin atas jatuhnya korban dalam pesta demokrasi tersebut. Dia berharap penyelenggaran pemilu ke depan semakin baik. \"Jangan sampai bangsa ini tertinggal dari waktu ke waktu,\" ujarnya. Hal senada disampaikan mantan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah. Dia menyarankan ke depan aturan yang diterapkan lebih efisien. Salah satunya, mengubah mekanisme rekapitulasi suara dengan menugaskan petugas KPPS mengambil gambar formulir C-1 Plano, kemudian dikirim ke server KPU. \"Sehingga tidak diperlukan lagi ada rekap di PPK, Kabupaten, Provinsi, itu akan memotong waktu dan efisien,\" kata Ferry. Ia meminta semua pihak tidak menyudutkan KPU atas insiden meninggalnya petugas KPPS. Apalagi, menuding KPU berbuat carang lantaran adanya sejumlah masalah di lapangan. \"Seperti sekarang saja tidak boleh dipukul rata KPU curang, tidak boleh. Ini juga harus dibuka seluas-luasnya selain bagaimana desain pemilu ke depan,\" tandasnya. (khf/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait