Cara bicaranya sedikit meledak-ledak. Tapi tetap mampu mengontrol perkataannya. Itulah Asep Ramdoni, Kepala Desa Manggari, Kecamatan Lebakwangi. Mantan guru honorer itu sudah kadung kesal kepada pemerintah daerah yang dianggapnya tak peduli dengan harapan warga di desanya. Padahal keinginan warga itu sangat sederhana yakni pemerintah mengizinkan pembangunan pabrik garmen di wilayahnya. Agus Panther, Kuningan SORE itu, Kades Asep bersama beberapa rekannya memilih duduk di sebuah warung tak jauh dari lahan pembangunan pabrik garmen yang dibiarkan meranggas. Sesekali pria yang masih mengenakan seragam dinasnya itu meneguk kopi hitam kesukannya. Lama Asep terdiam. Beberapa kali dia melihat handphonenya yang berada di atas meja. Dirasa tidak ada pesan penting, Asep memilih termenung seraya melihat area lahan milik perusahaan garmen. Matanya menerawang seolah mengingat perjalanan hidupnya untuk membantu masyarakat Manggari. Asep masih ingat betul jika lima tahun silam, ada pengusaha besar dari Korea yang datang ke Manggari. Pengusaha itu berniat membuka pabrik garmen di wilayahnya, dan memerlukan lahan cukup luas. Gayung bersambut. Warga Manggari antusias menyambut rencana pendirian pabrik garmen karena beranggapan akan membuka lapangan kerja bagi warga setempat. Dukungan terhadap rencana pendirian pabrik garmen itu juga datang dari Pemdes Manggari. Tak heran jika warga rela melepaskan tanahnya dengan syarat, warga di desa itu yang usia produktif diterima bekerja di pabrik garmen tanpa syarat apa pun. Keinginan warga itu diiyakan pemilik pabrik. Asep menceritakan, proses pelepasan tanah milik warga berlangsung lancar. Tak ada gejolak. Apalagi warga sangat senang karena keberadaan pabrik akan merekrut tenaga kerja dari desanya. “Saya masih ingat, pembebasan lahan tak ada gejolak dan tak ada rekayasa. Hal ini disebabkan lantaran warga ingin ada lapangan kerja bagi anak dan cucunya. Beda jika sejak awal warga menolak, maka prosesnya tidak akan lancar. Selama proses pembebasan, Alhamdulillah tak ada masalah. Saya sendiri berkeliling ke para pemilik lahan. Jika pemiliknya di luar desa, saya tunggu sampai pemiliknya datang. Jadi, tak ada sama sekali rekayasa dalam pembebasan lahan. Murni warga ingin adanya lapangan kerja,” runut Kades Asep. Asep kembali terdiam. Sejumput kemudian dia memesan air mineral dari pemilik warung lalu dia melanjutkan. Ketika itu di tahun 2014 silam, warga Desa Manggari dan beberapa desa sekitarnya cukup senang mendengar rencana pembangunan pabrik garmen. Sebab, adanya pabrik itu dapat menyerap tenaga kerja dari Desa Manggari maupun beberapa desa terdekat lainnya. “Kita sudah lima tahun menanti pabrik garmen ini berdiri, namun hingga kini belum ada kejelasan pembangunan pabrik tersebut. Padahal seluruh prosedur perizinan telah ditempuh baik pembebasan lahan maupun Amdal Lalin (analisa dampak lingkungan lalu lintas) dan izin lainnya,” tegas Asep. Dia mengaku, warga di desanya serta enam desa lainnya cukup terbantu jika rencana pembangunan pabrik itu direalisasi. Sebab dapat menyerap tenaga kerja lebih dari 500 orang. “Kalau pabrik ini dibangun, maka dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 500 orang khususnya warga kami. Ini untuk kepentingan warga desa, dan juga membantu pemerintah daerah dalam mengurangi angka pengangguran,” paparnya. Namun kini, Kades Asep cukup kaget karena rencana pembangunan pabrik justru terancam batal karena mendapat kabar akan dibangun perumahan. Jika dibangun perumahan, Asep bersama warganya secara tegas menolak pembangunan perumahan tersebut. “Kami sangat menolak jika harus dibangun perumahan, karena kami lebih membutuhkan pabrik, warga bisa bekerja di situ. Kalau perumahan warga hanya bekerja sebagai kuli saja saat awal pembangunan, kalau pabrik bisa bekerja secara berkelanjutan,” rungutnya. (*)
Kades Manggari Rela 5 Tahun Menunggu Izin Pembangunan Pabrik Garmen
Kamis 02-05-2019,06:06 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :