Ingat! Galian C tanpa Izin Bisa Dipidana

Sabtu 04-05-2019,16:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat melalui Kepala Cabang Wilayah VII Cirebon Agus Zulkarnaen menegaskan kembali setiap ada pengeluaran komoditas bahan galian dari aktivitas penataan lahan harus mengantongi izin. Sementara di lahan kritis eks halian tipe c di Kelurahan Argasunya, hingga saat ini belum mengantongi perizinan yang ditentukan. \"Yang terjadi di lokasi kan ada aktivitas mengeluarkan material atau komoditas  bahan galian, sebagai pengelola ya  harus memegang izin,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Izin yang dimaksud ialah Izin Usaha Pertambangan (IUP) spesifik lagi dalam hal operasi produksi untuk penjualan. Kepemilikan IUP ini sebagai salah satu syarat pengelola untuk mengeluarkan dan menjual material di eks galian c. Terkait tindakan atau sanksi, pihaknya sudah melaporkan ke atasannya di Bandung. Pihaknya belum bisa menyebutkan berupa apa sanksinya, karena keputusan itu kewenangan Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan UU 4/2009 dan PP 23/2010, komoditas pertambangan dikelompokkan dalam 5 golongan yaitu mineral radioaktif antara lain radium, thorium, uranium. Mineral logam berupa emas, tembaga dan lainnya. Mineral bukan logam antara lain intan, bentonit. Kemudian batuan seperti andesit, tanah liat, tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, pasir urug. Selanjutnya batubara antara lain batuan aspal, batubara, gambut. Agus menjelaskan, mengacu pada aturan, revitaliasi eks galian c di Argasunya bila dilihat dari undang undang tersebut, termasuk dalam kategori pertambangan batuan. Selain IUP, pengelola wajib mematuhi ketentuan UU 32/2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya. Ia pun mengutip ketentuan pidana  pelanggaran UU 4/2009, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Selain itu, setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara, yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Di lain pihak, revitaliasi yang dijalankan Yayasan Albarokan Gunung Jati justru dianggap sebagai percontohan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Kepala DLH, Drs H RM Abdullah Syukur MSi tak sungkan mengapresiasi revitalisasi lahan kritis oleh yayasan. Bahkan, konsep revitalisasi macam ini, bakal jadikan percontohan. .\"Saya mengapresiasi Yayasan Albarokah Gunung Jati, mereka berani melakukan revitalisasi untuk mengembalikan atau menjadikan lahan itu lebih bermanfaat,\" ucapnya. Syukur berdalih, masih banyak eks galian c yang terlantar menjadi lahan kritis. Dan selama belasan tahun tidak ada yang bertanggung jawab merevitalisasi. Pihaknya membuka kesempatan bila ada pihak lainnya yang mau merevitalisasi eks galian c. Namun tentunya harus mengikuti peraturan yang berlaku, termasuk mempunyai perencanaan yang jelas akan dibuat apa Syukur juga mempersilahkan para akademisi untuk turun langsung ke lokasi. Agar bisa melihat langsung kondisi revitalisasi, dan mendapatkan informasi yang benar. Bukan dari pihak yang tidak faham masalah eks galian c ini. Sementar aitu, Agus Sodikin, Perwakilan Yayasan Albarokah Gunung Jati mengaku akan memproses perizinan yang diminta Dinas ESDM. Namun ia juga mempertimbangkan waktu revitalisasi yang ditargetkan rampung akhir tahun ini. Rencananya, bila proses revitalisasi selesai, ia tidak mempermasalahkan bila kemudian pemkot melakukan penataan lanjutnya. Namun yang sudah direncanakannya dan tengah berjalan adalah pendirian pesantren dan fasilitas umum penunjangnya. \"Sebagian lahan milik yayasan akan dibuat pesantren, dibagian lainnya yang sudah diratakan sudah dibangun pondasi rumah di lahan milik warga setempat,\" tukasnya. (gus)

Tags :
Kategori :

Terkait