Sunjaya Waswas Sprindik Baru dari KPK

Jumat 10-05-2019,14:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

BANDUNG-Sunjaya Purwadisastra mengaku terbebani dua sprindik (surat perintah penyidikan) yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara bersamaan. Selain sprindik soal gratifikasi dari para ASN yang kini membuat Sunjaya diadili, sprindik kedua disebut-sebut terkait perizinan di Kabupaten Cirebon. “Ini (sprindik kedua, red) menjadi beban pikiran saya dan keluarga,” kata Sunjaya saat menyampaikan pleidoi atau pembelaan di hadapan majelis hakim saat lanjutan sidang atas perkara gratifikasi dari para ASN di Pengadilan Tipikor Bandung. Ia pun meminta majelis hakim mempertimbangkan putusan hukum secara adil. “Agar menjadi pertimbangan yang mulia hakim untuk menghukum saya seringan-ringannya dan seadil-adilnya,” tambahnya. Saat diwawancara, Sunjaya mengaku tidak tahu pasti dengan dua sprindik yang diajukan KPK. Ia hanya bisa menebak-nebak jika sprindik selanjutnya adalah terkait perizinan. “Sprindik yang kedua itu masalah perizinan. Tapi, uang yang masuk (yang diterima Sunjaya, red) itu bukan untuk perizinan. Itu untuk keamanan, mengatasi demo soal tanah. Mungkin pada saat pemeriksaan, ajudan saya mengatakan itu uang perizinan, padahal bukan,” katanya. Dia pun mengaku pasrah dengan adanya sprindik kedua tersebut. “Saya sepenuhnya serahkan kepada Allah SWT. Saya pasrah, berharap mendapat keadilan hukum dari majelis hakim,” ujarnya. Sunjaya sempat membagikan catatan penerimaan uang yang dikumpulkan melalui ajudan dan sekretaris pribadi. Uang-uang yang diterimanya, sudah dibagi-bagi ke berbagai pihak. Kata Sunjaya, itu dilakukan demi kondusivitas Kabupaten Cirebon. Meski demikian, tak ada data baru. Perolehan uang dan ke mana dialirkan nyaris sama seperti yang diungkapkan pada siding sebelumnya. Sunjaya memang tampak pasrah. Ia kini hanya tinggal menunggu sidang vonis dalam kasus gratifikasi dari para ASN. Sidang vonis itu dijadwalkan pada Rabu 22 Mei mendatang. Sebelumnya, pada Rabu 24 April 2019, Jaksa KPK menuntut Sunjaya dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi masa tahanan selama berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan. Kemudian, pidana denda sebesar Rp400 juta dan subsider selama 6 bulan. Ditambah lagi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok. Ketika itu, Jaksa KPK Iskandar Marwanto mengatakan Sunjaya terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Sunjaya dijerat dengan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana dalam dakwaan pertama. Selain terbukti secara sah dan meyakinkan, jaksa juga memiliki sejumlah pertimbangan, yang memberatkan maupun yang meringankan. Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa antara lain tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang tengah giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi. Sunjaya juga dianggap telah merusak sistem pembinaan pegawai di Pemkab Cirebon dengan melakukan praktik korupsi, kolusi, serta nepotisme (KKN) dalam proses rekrutmen, promosi, dan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Di samping itu, terdakwa sebagai bupati tak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. “Sementara hal-hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya dan kooperatif, terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan,” terang Iskandar. JPU KPK juga menerangkan alasan memberikan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik. Pada saat melakukan tindak pidana korupsi, terdakwa berkedudukan sebagai bupati yang dipilih secara langsung oleh rakyat Kabupaten Cirebon. Tentu saja, publik memiliki harapan besar agar terdakwa secara politis dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga kepercayaan masyarakat Kabupaten Cirebon. Bahkan, bupati merupakan puncak kekuasaan eksekutif di Kabupaten Cirebon, terurama dalam mensukseskan agenda-agenda pembangunan yang diharapkan dapat menerapkan prinsip good governance.Tapi akibat perbuatan terdakwa, lanjut jaksa, sudah menciderai kepercayaan publik dan di saat yang bersamaan semakin memperbesar public distrust kepada penyelenggara negara. “Untuk menghindari kejadian serupa kepada kepala daerah Kabupaten Cirebon ke depan akibat melakukan tindak pidana korupsi, maka terdakwa dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik,” tandas Iskandar. (jun)

Tags :
Kategori :

Terkait