Usianya 700 Tahun, Sistem Gandengan Mirip Gerbong Kereta

Jumat 10-05-2019,17:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Yang tersisa saat ini, hanya separuhnya. Ia seperti terkukung di dalam bangunan berukuran kurang dari 60 meter persegi. Lokasinya yang di tengah permukiman, sulit diakses. Seolah menyembunyikan pedati yang disebut Herman de Frost sebagai Maha Karya Cirebon. Pedati Gede Pekalangan sesunggunya merupakan destinasi yang menarik untuk wisatawan. Tapi, lokasinya sulit dijangkau. Beberapa perusahaan tour and travel juga tidak memasukannya dalam rencana perjalanan karena faktor akses. Sehingga pedati yang turut andil dalam pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini, seperti tersembunyi. Padahal, alat angkut berusia kurang lebih 700 tahun ini punya nilai sejarah yang sedemikian maju. Bahkan teknologinya, melampaui zamannya. Sementara publik kembali terarahkan sorotannya pada keberadaan Pedati Gede Pekalangan, setelah serangkaian usulan untuk menjadikannya sebagai salah satu kandidat untuk dijadikan monumen baru Kota Cirebon. Monumen ini merupakan usulan Walikota Cirebon Drs H Nashrudin Azis SH, karena memandang perlu hadirnya destinasi baru. Sekaligus menghadirkan ruang terbuka yang menarik dan nyaman untuk publik. Taryi, Juru Kunci Situs Pedati Gede Pekalangan menyambut baik usulan ini. Apalagi kalau Pedati Gede Pekalangan dibuatkan replikanya. Mengingat ukuran yang ada saat ini bukan dimensi sesungguhnya. “Pedati Gede Pekalangan di zamannya adalah yang terbesar di Indonesia. Teknologinya pada waktu itu juga paling canggih,” kata Taryi, kepada Radar. Menurut Herman de Vost, dari hasil penelitiannya panjang pedati Gede Pekalangan adalah 15 meter, lebar 2,5 dan tinggi 3 meter. Pedati menggunakan roda sebagai alat geraknya dengan jumlah 12 roda (6 pasang), 6 roda berdiameter 2 meter dan 6 roda yang lainnya yang berukuran lebih kecil berdiameter 1,5 meter, roda pedati dihubungkan oleh semacam as yang terbuat dari kayu bulat berdiameter 15 cm, as ini kemudian dimasukkan ke dalam poros roda yang terbuat dari kayu. Uniknya, untuk pelumas as roda ini digunakan getah pohon dammar. Sehingga gesekan as dan porosnya tetap lancar juga tidak membuat as tidak cepat aus. Selain itu, sistem rangkaian dari Pedati Gede Pekalangan ini sudah menggunakan sistem knock down. Juga sistem penghubung yang mirip rangkaian kereta api. \"Kalau bawa banyak barang, itu mirip gerbong kereta. Bisa disambung di belakangnya,” tuturnya. Sayangnya, Pedati Gede Pekalangan sempat terbakar. Dari 12 roda yang ada, empat diantaranya rusak berat. Namun sampai saat ini masih dirawat dan tersimpan rapi oleh turun temurun keluarga juru kunci. Menurut dia, situs pedati ini perlu mendapatkan revitalisasi. Juga pedatinyanya. Adapun konservasi terakhir dilakukan tahun 1993 oleh Herman De Vost, yang pernah menjabat sebagai direktur museum kereta-kereta istana di Leiden, Belanda. Setidaknya, dengan ada replika utuh publik lebih mengenai maha karya kebudayaan Cirebon tersebut dalam bentuk utuhnya. (myg)

Tags :
Kategori :

Terkait