Produksi Rumah Garam Turun Drastis, Hari Biasa 15 Ton, sejak Puasa Hanya Lima Ton Perhari

Jumat 24-05-2019,19:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

CIREBON- Produksi rumah garam di Desa Citemu, Kecamatan Mundu di bulan Ramadan saat ini, cenderung mengalami penurunan. Hal itu disebabkan bukan karena faktor cuaca ataupun kendala teknis lainnya, melainkan karena seluruh karyawan yang bekerja di rumah garam saat ini berpuasa. Pengelola rumah garam, Ahmad Yuda menuturkan, jika di hari-hari biasa selain Ramadan, produktivitas rumah garam bisa sampai 15 ton perhari. Namun sejak memasuki Ramadan, hanya mentok di angka lima ton perhari. “Produktivitasnya turun sejak Ramadan. Ini karena seluruh pekerja kita berpuasa. Kita tidak ingin terlalu memforsir tenaga para karyawan. Sehingga mengganggu ibadah mereka. Jadi ya seperti sekarang. Kalau panen bisa pagi hari, produktivitasnya paling di angka 5 ton perhari yang biasanya sampai 15 ton,” ujarnya, (23/5). Menurut Yuda, dengan teknologi rumah garam, proses pemanenan garam bisa dilakukan setiap hari. Bahkan di musim hujan pun, tidak menghalangi produksi garam. “Sepanjang tahun kita bisa panen. Kemarin saat hujan, kita bisa panen setiap hari. Produksi kita saat ini paling bagus. Kandungan NaCl- nya saja sampai 97 persen, sama dengan kandungan garam impor,” imbuhnya. Untuk harga sendiri, menurut Yuda, saat ini dengan kualitas terbaik bisa tembus Rp2.000 perkilogram. Harga tersebut jauh lebih tinggi ketimbang harga garam krosok yang biasa diproduksi para petani garam Cirebon. “Harga saat ini Rp2.000 perkilogram. Ini lebih tinggi dari harga garam krosok yang diproduksi secara konvensional oleh mayoritas petani garam di Cirebon. Kalau krosok saat ini mentok di angka Rp700 sampai Rp800 perkilogram,” jelasnya. Untuk pemasaran, saat ini produksi rumah garam diedarkan ke wilayah Jabodetabek dan wilayah sekitar. Umumnya, para pembeli datang sendiri dengan membawa kendaraan. “Kalau pemasaran kita tidak terlalu repot ya. Karena sudah punya pelanggan. Selain itu, kita juga menjual kualitas jadi para pembeli datang ke sini langsung,” paparnya. Sementara itu, Kuwu Desa Waruduwur, Dudi Suhaedi kepada Radar Cirebon berharap teknologi rumah garam tersebut bisa diadaptasi masyarakat sekitar. Sehingga bisa ikut merasakan manisnya berbisnis garam yang harga jualnya jauh lebih mahal dari garam konvensional. “Mudah-mudahan teknologinya bisa diserap dan ditransfer ke patani garam kita. Sehingga bisa diaplikasikan dan mengangkat taraf ekonomi para petani garam. Karena produksi rumah garam harganya jauh lebih mahal ketimbang garam biasa,” ungkapnya. (dri)  

Tags :
Kategori :

Terkait