Korban Proyek Tol Cipali berjuang 11 Tahun Berjuang Tuntut Ganti Rugi yang Layak

Sabtu 25-05-2019,01:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

MAJALENGKA-Puluhan korban penggusuran proyek Tol Cipali hingga kini masih berjuang mendapatkan keadilan harga pergantian yang layak dari pemerintah melalui Pengadilan Negeri (PN) Majalengka. Pada sidang di  PN Majalengka, Kamis (23/5), yang dipimpin Hakim Ketua Dikdik Haryadi SH MH  bersama hakim anggota Lia Agustien SH dan Ida Adriana SH  dengan  panitera pengganti Otong Endang Kusnandar, majelis membacakan putusan sela. Dalam putusan yang dibacakan Dikdik Haryadi SH MH, majelis hakim  menolak eksepsi dari tergugat dan sidang akan dilanjutkan pada Senin (17/6)  mendatang. Mendengar putusan sela tersebut puluhan  warga yang memenuhi  ruang sidang tersenyum puas, karena harapan untuk mendapatkan keadilan masih terbuka. Kuasa Hukum  para korban Tol Cipali DR H Teguh Santoso SH SE MH MBA menyatakan bersyukur majelis menolak eksepsi pihak tergugat  pada putusan sela,  sehingga sidang akan dilanjutkan. “Kami berterima kasih kepada majelis yang akan melanjutkan sidang. Harapan warga untuk mendapatkan keadilan masih terbuka,” kata Teguh kepada Radar Majalengka usai sidang putusan sela. Diungkapkan Teguh,  kasus ganti rugi jalan Tol Cipali ini sudah berjalan 11 tahun, dan dari 47  warga yang memberikan kuasa kepadanya untuk menangani kasus ini sudah ada 6 orang yang meninggal dunia. “Para pemilik lahan yang semula menjadi petani kini  nasibnya terpuruk menjadi buruh tani. Mereka terus berjuang untuk mendapatkan keadilan karena harga ganti rugi permeter  Rp18 ribu hingga Rp31 ribu tidak masuk akal. Sementara pengelola tol kini sudah menikmati hasilnya, sedangkan pemilik lahan yang belum menerima ganti rugi  kini  gigit jari,” kata Teguh. Ia berharap peran Pemkab Majalengka untuk ikut membantu  menyelesaikan proses ganti rugi tanah  yang sudah berlarut-larut ini, apalagi dalam undang- undang  disebutkan karena tanah itu milik pribadi bila akan digunakan untuk kepentingan umum, maka harus ada kesepakatan dengan pemilik lahan  dan transaksinya tidak bisa tidak bisa dikonsinyasikan. “Kasihan mereka rakyat kecil yang butuh keadilan, sedangkan pengelola tol sudah meraup untung, sehingga kami menuntut ganti untung,” tandasnya. Seorang warga asal Desa Bongas Wetan Kecamatan  Sumberjaya, Sarwa (60)  menyatakan dirinya sejak tahun  2013 tidak  bisa  menanami lahannya seluas 3.142 m2 karena sudah digunakan untuk jalan tol. Sarwa menolak pergantian tanah pemeter hanya Rp18 ribu hingga Rp 31 ribu,  karena harga sekarang saja sesui NJOP bisa mencapai Rp105 ribu. “Bahkan harga tanah di pinggir jalan saat ini  mencapai Rp500 ribu permeter, apalagi untuk kepentingan pabrik,” kata Sarwa diiyakan warga lainnya Dodo, asal Desa Jatisura Kecamatan Jatiwangi dan warga lainnya. Sarwa juga mempertanyakan,  hingga kini dirinya masih medapatkan SPPT tagihan PBB. “Peresmian jalan tol tahun 2015 dan tahun 2016 kami masih mendapatkan SPPT PBB untuk tanah yang kini telah digunakan untuk Tol Cipali,” bebernya. (ara)

Tags :
Kategori :

Terkait