Dislakan Dorong Petani Tingkatkan Kualitas Garam

Senin 24-06-2019,14:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

CIREBON - Harga garam di tingkat petani yang terjun bebas disebut terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, karena produksi yang melimpah pada tahun sebelumnya dan kualitas garam petani yang masih berada jauh di bawah standar. Hal tersebut disampaikan Kabid Pemberdayaan Dislakan Kabupaten Cirebon, Yanto saat dihubungi Radar Cirebon, kemarin (23/6). Menurutnya, produksi garam pada tahun 2018 lalu begitu melimpah dan melebihi target yang sudah ditetapkan, sehingga terjadi overstock. “Target kita itu sekitar 350 ribu ton pada panen 2018. Kenyataannya, produksi melimpah sampai 483 ribu ton. Sehingga stok melimpah. Produksinya over target, sementara pasarnya terbatas,” ujarnya. Selain itu, persoalan yang tidak kalah serius yang ada saat ini adalah terkait kualitas garam produksi petani yang masih jauh di bawah standar. Hal inilah yang membuat harga garam murah, karena tidak bisa dijual dengan harga maksimal. Padahal, saat ini pihaknya sudah melakukan MoU dengan PT Garam terkait serapan garam petani yang ada di Kabupaten Cirebon. “Untuk persoalan harga sebenarnya sudah kita proteksi. Asalkan syarat-syaratnya masuk, kita sudah MoU dengan PT Garam. Syaratnya itu kandungan NaCl-nya harus di atas 94 persen. Di wilayah kita saat ini masih banyak petani yang produksi garamnya untuk kandungan NaCl di bawah 94 persen. Sehingga tidak bisa terserap PT Garam,” imbuhnya. Saat ini, menurut Yanto, pihaknya sedang fokus melakukan upaya peningkatan kualitas produksi garam. Upaya yang dilakukan adalah bersinergi dengan pemerintah provinsi untuk peningkatan SDM agar kualitas garam produksi Cirebon sesuai standar yang sudah ditetapkan PT Garam. “Ada beberapa petani kelompok dari perwakilan Kabupaten Cirebon yang tengah digembleng oleh Pemprov Jabar di Subang untuk pelatihan peningkatan kualitas produksi garam. Kebetulan, tahun ini ada rencana pendistribusian bantuan geomembrane (terpal, red) untuk petani garam. Jadi, sebelum diberikan, petaninya dibekali dulu teknis penggunaannya,” jelasnya. Harga garam krosok sendiri di tingkat petani terjun bebas. Jika pada saat musim hujan kemarin harga garam bisa mencapai Rp1.200 sampai Rp1.500, kini harga garam hanya berkisar antara Rp300 sampai Rp500 perkilogramnya. Padahal, belum banyak wilayah yang bisa memproduksi garam karena rata-rata petani garam di beberapa daerah di Kabupaten Cirebon baru mulai mempersiapkan lahan garapannya. Salah seorang petani garam di Desa Rawaurip, Roidi bahkan mengaku saat ini, dirinya sudah beberapa kali panen. Produksinya pun bagus karena panas matahari stabil. Namun yang membuat ia tak habis pikir, harga garam sejak panen pertama setelah libur panjang musim hujan justru anjlok drastis. “Sebelumnya itu bisa sampai Rp1.000 lebih perkilogramnya. Bahkan ada yang jual sampai Rp1.500. Saya sudah dua kali panen. Jual perkilogramnya terpaksa Rp300. Ada juga teman petani yang bisa jual mentok di Rp500. Ini sangat jauh dan tidak ketemu dengan ongkos produksi,” tutur Roidi. Dijelaskan Roidi, anjloknya harga garam karena minimnya permintaan. Sehingga, sampai saat ini masih sedikit bakul atau pembeli langsung yang membeli garam ke petani. “Di sini biasanya banyak bakul. Kita tinggal jual begitu garam naik ke jalan. Tapi sampai saat ini, belum ada bakul. Permintaan turun, kita terpaksa jual murah karena butuh uang untuk menutup biaya garapan,” imbuhnya. Diakuinya, ia pun khawatir jika nanti harga garam saat produksi sedikit saja tidak bisa tinggi, maka seterusnya harga garam akan tetap murah dan membuat petani garam dalam posisi sulit. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait