Dislakan Buka Lahan Produksi Garam di Wilayah Utara

Sabtu 29-06-2019,10:30 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

CIREBON - Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislakan) Kabupaten Cirebon mengakui ada dampak besar dari pemberlakuan Perda RTRW Nomor 7 Tahun 2018 Kabupaten Cirebon di sektor pertanian garam. Cirebon yang merupakan salah satu wilayah dengan lahan garam paling luas di Indonesia, mulai terkikis setelah masuknya industri, khususnya di wilayah Timur Cirebon (WTC) yang menggunakan lahan garam untuk kegiatannya. Kondisi tersebut pun tidak bisa ditolak sebagai bentuk konsekuensi berubahnya Kabupaten Cirebon dari wilayah agraris menjadi Industri. Kabid Pemberdayaan Dislakan Kabupaten Cirebon, Yanto saat dihubungi Radar Cirebon mengaku, pihaknya sudah menyiapkan alternatif untuk tetap mempertahankan Cirebon sebagai salah satu wilayah produksi garam, meskipun keberadaan garam di wilayah utara saat ini secara perlahan mulai terkikis. “Perubahan pastinya ada. Cirebon kan saat ini sedang bertransformasi menjadi wilayah industri. Salah satu yang terdampak lahan garam terutama yang ada di wilayah timur. Kita saat ini sedang mengupayakan berbagai cara agar Cirebon tetap produktif dan eksis sebagai wilayah penghasil garam,” ujar Yanto,  Jumat (28/6). Salah satu cara yang diupayakan Yanto adalah pendekatan teknologi dan pembukaan lahan garam baru di wilayah-wilayah pesisir yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan garam. “Pendekatan teknologi yang kita gunakan untuk menjaga produktivitas adalah dengan mentransformasikan teknologi pembuatan garam yang bisa dilakukan sepanjang musim dengan rumah prisma. Ini sudah berjalan di wilayah Kapetakan. Selain itu, tahun ini rencananya akan dilakukan geomembranisasi untuk meningkatkan kualitas garam,” imbuhnya. Upaya lain yang menurut Yanto sudah dilakukan sejak tahun 2018 lalu, adalah membuka lahan garam baru di wilayah Gunung Jati, Suranenggala dan Kapetakan. Di tiga kecamatan ini, dijelaskan Yanto, pihaknya mengalokasikan lahan seluas 800 hektar yang akan jadi lahan pengganti untuk lahan di wilayah timur yang tergerus industri. “Kita proyeksikan ada 800 hektar lahan. Saat ini, baru sekitar 200 hektar yang sudah mulai produksi. Ini penting agar perubahan WTC ke industri tidak mengancam produksi garam di Kabupaten Cirebon,” jelasnya. Sementara itu, Roidi petani garam warga Desa Rawaurip menuturkan, jika lahan garam di wilayah timur terus berkurang, tentunya sangat mengancam Cirebon sebagai salah satu daerah penghasil garam. Menurutnya, dibukanya lahan baru di wilayah utara bukanlah solusi karena mayoritas petani garam berasal dari Wilayah Timur Cirebon. “Masa iya kita yang biasa garap garam di wilayah timur harus pindah ke utara. Lokasinya kan jauh. Ini bukan masalah lahan, tapi juga kebiasaan. Kalau kita yang di timur harus menggarap di wilayah utara, tentunya sangat kecil kemungkinan. Sementara yang sudah sepuh seperti kita kan tidak mungkin terserap ke industri yang ada di wilayah timur,” ungkapnya. (dri)  

Tags :
Kategori :

Terkait