Meski Ada Korban Tewas, Galian C Argasunya Jalan Terus Seolah Tak Terjadi Apa-apa

Sabtu 20-07-2019,09:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Kecelakaan kerja yang mengakibatkan sopir truk galian c tertimbun reruntuhan tebing, tak menciutkan nyali para penambang pasir manual. Kecelakaan yang merenggut nyawa Muhammad Jejeri dianggap sebagai risiko pekerjaan. Pantauan Radar Cirebon, sejumlah warga tetap mencari nafkah di lokasi yang Kamis (18/7) longsor. Mereka beralasan tidak ada pilihan lain lapangan pekerjaan. Ketua RW 06 Suket Duwur Ujang Fredi, kecelakaan kerja tersebut sulit ditelusuri penyebabnya. Para pekerja, keluarga, sepakat untuk tidak membahasnya. Bahkan kronologis kejadian juga tidak ada yang bersedia menceritakan. “Kami cuma dapat lapora ada warga ada yang meninggal di lokasi galian c. Sudah sebatas itu,” katanya. Namun beberapa selentingan menyebutkan, almarhum tidak terlibat langsung dalam pekerjaan penggalian. Saat kejadian, Muhammad Jejeri sedang menunggu truk terisi muatan. Dia berteduh di bawah tebing. Tapi tiba-tiba tebingnya runtuh dan korban meninggal di lokasi kejadian. Jenazah tiba di rumah duka, kemudian langsung dimandikan dan disalatkan. Setelah maghrib langsung dikebumikan di belakang rumahnya, yang merupakan pemakaman keluarga. Ini sudah menjadi tradisi di Argasunya. Saat ada yang meninggal langsung di mandikan, disalatkan dan dikuburkan. Kejadian ini juga tidak ditangani pihak kepolisian. Seperti kebanyakan warga lainnya yang tertimpa musibah, mereka menerima dengan ikhlas. Tidak ada tuntutan kepada pihak manapun. Ini sudah jadi traktat antar warga yang mesti ditaati. Kesepakatan ini sudah berlangsung sejak 1970. Sehingga tidak pernah ada data yang mencatat berapa sesungguhnya warga tewas akibat tertimbun galian. Bagi sebagian besar warga, kecelakaan kerja ini tidak menghentikan warga mencari nafkah di galian c. Bukan tidak sadar akan bahaya yang sewaktu-waktu mengancam jiwa mereka. Ujang tidak menampik banyak warganya bekerja di galian c baik sebagai pekerja maupun sopir truk. Dengan penghasilan yang disebutkannya lebih dari Rp100 ribu tiap kali berangkat kerja. Menjadikan bekerja di galian c lebih menjadi pilihan dari pada bekerja di tempat lain. Terkait alih profesi, Ujang pernah mendengar program pemerintah. Namun sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya. Dia memberikan masukan, bila ingin alih profesi ini berhasil harus benar-benar sesuai kondisi warga setempat. “Saya khawatir alih profesi ini bisa gagal, nanti ujung-ujungnya pada balik lagi ke galian c,\" tandasnya. Muhammad Jejeri, warga Kedung Krisik RT 02 RW 06, merupakan korban ke-15 terhitung sejak 2009. Ini mengacu pada dokumen pemberitaan Radar Cirebon. Sebab, kelurahan maupun kepolisian tidak memiliki catatan terkait jumlah korban akibat kecelakaan kerja di lokasi penambangan pasir. Sementara menurut penuturan warga, ditengarai jumlahnya mencapai ratusan. Wartawan Radar Cirebon pasca kecelakaan sempat mendatangi lokasi kejadian di Kedung Jumbleng. Tepatnya arah kanan jalan, sebelum galian c yang dikelola Yayasan Albarokah Gunung Jati. Di lokasi itu, warga secara manual menggali pasir yang kemudian diangkut ke dalam truk. Beberapa warga yang ditemui enggan menceritakan ihwal kejadian, sehingga bisa terjadi longsor. Sementara itu, di rumah korban tak ada yang bersedia diwawancarai. Tetangga korban menyarankan untuk tidak menyinggung masalah ini. Alasannya, masih dalam suasana berduka.

Tags :
Kategori :

Terkait