Kritik Gubernur Jabar Terhadap Jurusan di SMK Perlu Evaluasi

Kamis 25-07-2019,12:30 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

CIREBON- Kritik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terhadap SMK memantik perhatian para pendidik, khususnya di lingkungan sekolah kejuruan. Banyak pihak yang menyayangkan. Namun beberapa pihak lainya menganggap wajar sebagai kritik membangun. Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kota Cirebon, Prof Adang Djumhur MAg sepakat dengan kurikulum di SMK yang perlu dievaluasi. Tetapi menurutnya, pemerintah  jangan terlalu terburu-buru untuk membubarkan SMK yang dianggap tidak siap mencetak lulusan yang siap kerja. Alih alih membubarkan, Adang meminta agar pemerintah daerah, terlebih dahulu melakukan upaya yang lebih optimal untuk memberdayakan. “Jadi jangan sampai belum berbuat apa-apa, justru kemudian malah membubarkan. Gitu ya,” ujar mengisi seminar di Gedung OJK, Rabu (24/7). Pemerintah semestinya melakukan sesuatu untuk meningkatkan mutu SMK agar lulusannya betul-betul siap terjun ke dunia industri. Sehingga, diharapkan  bisa mengurai salah satu problem ketenagakerjaan. SMK dinilainya masih beperan penting, dilihat dari pilihan layanan pendidikan bagi masyarakat. Masyarkat tidak hanya memilih jalur akademik untuk melanjutkan pendidikanya, tetapi juga jalur vokasi. “Selain itu, SMK juga masih dibutuhkan dalam rangka mendukung proses dan program industrialisasi,” lanjut Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon tersebut. Melihat fakta di lapangan, banyak perusahaan-perusahaan di berbagai industri yang membutuhkan SDM lulusan SMK. Namun secara kualitas lulusan SMK masih belum menjawab tantangan itu, maka hal tersebut menurutnya adalah tanggung jawab semua pihak. Baik pemerintah, dewan pendidikan, dunia industri hingga sekolah itu sendiri untuk bagaimana meningkatkan kualitas lulusan SMK sehingga betul-betul program link and match itu betul-betul bisa terjembatani dengan baik. “Jangan sampai karena SDM kita dianggap masih kurang bermutu, terus kemudian solusinya adalah impor. Itu kan sama saja membunuh produk lulusan lokal,” ujarnya. Adang melanjutkan, yang menjadi perhatian bagi pemerintah daerah adalah meningkatkan mutu pendidikan dengan cara melengkapi berbagai sarana dan prasarananya. Disebutnya, masih banyak sekolah, khususnya SMK yang memiliki keterbatasan dalam menghadirkan alat alat praktikum yang terapdate, sesuai dengan yang digunakan di industri. Karena hal itulah ada gap yang cukup jauh antara sekolah SMK yang kompetibel dengan industri yang menampung lulusannya. Namun demikian, dia melihat sudah banyak SMK di wilayah Kota Cirebon yang sudah meningkatkan mutunya dengan terus menjalin hubungan dengan dunia industri sehingga bisa bekerjasama menghadirkan peralatan praktikum sesuai dengan yang dibutuhkan. Adang juga menyarankan agar setiap sekolah memiliki semacam lembaga penelitian dan pengembangan. Setiap sekolah sekarang sudah dituntut untuk melek terhadap teknologi. Dengan demikian, pihak sekolah bisa melihat keinginan dari dunia industri serta minat masyarakat terhadap jurusan jurusan tententu. Jurusan atau kompetensi keahlian yang sudah tidak lagi diminati, atau yang sudah over capacity bisa dipertimbangkan untuk ditutup. “Jurusan-jurusan yang jenuh yang sudah saatnya dievaluasi kemudian dikembangkan lah jurusan-jurusan yang memang menjadi tuntutan pasar,” tandasnya. Dalam beberapa data, disebutkan bahwa lulusan sekolah menengah kejuaran ( SMK) menjadi penyumbang tertinggi pengangguran terbuka di Indonesia. Hal serupa juga berlaku di Kota Cirebon. Hal ini, tentunya cukup bertolak belakang dengan tujuan SMK yang ingin menjadikan lulusanya sebagai lulusan yang siap terjun ke dunia industri. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah dari stakeholder terkait untuk meninjau kembali materi yang diberikan di SMK dengan kebutuhan pasar kerja, khususnya tuntutan teknologi yang tidak diimbangi dengan perbaikan kurikulum di SMK. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya S Sos membenarkan terdapat ribuan lulusan SMK yang belum terserap lapangan pekerjaan. Padahal, banyak ruang yang digunakan untuk bekerja. Hanya saja persoalanya, harus ada kompetensi yang dimiliki. Bukan saja memiliki ijazah formal. Tetapi juga memiliki sertifikasi untuk keahlian di bidang tertentu. \"Antara kebutuhan industri dengan kurikulum harus match. Lulusan SMK tidak bisa hanya mengandalkan ijazah. Tapi bagaimana dia memiliki kompetensi,” kata Agus. Agus melanjutkan, antara angka lulusan sekolah dengan peluang kerja di Kota Cirebon, memang masih terbatas. Antara kebutuhan industri dengan lulusan masih belum seimbang. Karena dari perusahaan yang ada, kebutuhan SDM tidak terlalu banyak. Di Kota Cirebon, sektor jasa yang memiliki peluang cukup besar. Karena Kota Cirebon tidak terlalu banyak mempunyai industri manufaktur dan pertambangan. Maka dari itu, lulusan SMK juga harus dibekali dengan keahlian tambahan. “Kemampuan melek teknologi itu sudah menjadi kebutuhan dasar. Meski belum banyak peluang di bidang teknologi informasi, tetapi kemampuan itu selalu menjadi pertimbangan setiap perusahaan,” pungkasnya. (awr)

Tags :
Kategori :

Terkait