Perang Melawan Perdagangan Manusia Ujian Periode Kedua Pemerintahan Jokowi

Senin 29-07-2019,08:46 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, Indonesia masih saja di kategori: \'memiliki keterbatasan kapasitas dan ketidakseriusan aparat penegak hukum dan peradilan untuk menjadi elemen utama dalam memerangi perdagangan manusia\'. Indonesia merupakan salah satu negara asal korban pekerja paksa dan korban perdagangan seks di dunia. Setiap provinsi di Indonesia merupakan daerah asal sekaligus tujuan perdagangan orang. Pemerintah memperkirakan sekitar 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri—kebanyakan dari mereka adalah perempuan—tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal. Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memperkirakan perekrut tenaga kerja bertanggung jawab atas lebih dari setengah kasus perdagangan perempuan Indonesia di luar negeri. Dalam penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Perempuan 68, Indramayu adalah salah satu daerah penyuplai perdagangan manusia terbanyak di Indonesia. Indramayu memang bukan pusat ekonomi yang berkelimpahan dibanding daerah lain di Jawa. Namun, kita tak bisa memungkiri bahwa Kabupaten Indramayu adalah lokasi strategis karena dilalui jalur utama Pantura, yaitu jalur nomor satu sebagai urat nadi perekonomian Pulau Jawa. Karena hal ini juga, Indramayu menjadi tempat persinggahan dan perantauan dari daerah timur pulau Jawa. Pada titik ini, kita juga bisa melihat bagaimana jalur ekonomi biasanya juga berhimpitan dengan jalur perdagangan manusia. Barang dan modal hilir-mudik diperjualbelikan, termasuk juga orang-orangnya. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan laporan tahunan mengenai situasi perdagangan manusia di seluruh dunia. Laporan yang bertajuk \"Trafficking in Person Report” ini berisi tinjauan situasi masing-masing negara mengenai kasus perdagangan manusia dan bagaimana negara tersebut meresponsnya, sehingga dari kasus dan respons negara tersebut, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan pemeringkatan. Peringkat Tier 1 disematkan untuk negara-negara yang berhasil menangani kasus perdagangan manusia, Tier 2 disematkan pada negara-negara yang memiliki perangkat legal untuk memerangi perdagangan manusia namun masih belum maksimal, Tier 2 Watch-List adalah negara-negara yang memiliki perangkat legal namun dianggap gagal untuk menggunakan dalam memerangi perdagangan manusia dan yang terburuk adalah Tier 3 untuk negara-negara yang dianggap gagal total menangani kasus perdagangan manusia dan tidak memiliki kemauan politik. Laporan tahun ini yang diluncurkan pada tanggal 24 Juni 2019 juga dilengkapi dengan profil orang-orang dari berbagai benua dan berbagai profesi (baik aparat negara maupun aktivis masyarakat sipil) yang dianggap berjasa dalam upaya memerangi perdagangan manusia. Sebagai benchmark dalam inisiatif perang melawan perdagangan manusia, laporan ini dengan segala kelemahan dan subjektifitas yang dimiliki, patut menjadi panduan juga bagi pemerintah Indonesia terutama dalam kebijakan tentang penempatan pekerja migran ke luar negeri. Dalam laporan tahun ini negara-negara yang berkategori riskan (yaitu Tier 2 Watch List dan Tier 3) termasuk di antaranya negara-negara yang selama ini menjadi tujuan bekerja pekerja migran Indonesia yaitu Brunei Darusallam, Malaysia (keduanya masuk Tier 2 Watchlist) dan Saudi Arabia (Tier 3). Namun, sebelumnya, perdagangan manusia perlu sedikit dibedakan dengan perbudakan orang di zaman modern. Ruang lingkup perdagangan manusia hanyalah salah satu bagian dari bentuk perbudakan orang di zaman modern. Pembahasan perdagangan manusia lebih menitikberatkan terhadap aspek transaksional dari perbudakan di zaman modern. Artinya, menempatkan manusia sebagai komoditas: manusia kemudian dinilai dari fungsinya untuk memenuhi kebutuhan manusia lain yang kemudian diperjualbelikan atau diperdagangkan oleh orang ketiga. Dibandingkan dengan perbudakan, perdagangan manusia belum berumur lama. Sebagai sebuah praktik, sejarah perbudakan dapat ditarik pada 6.800 tahun sebelum Masehi saat negara kota pertama di dunia terbentuk di Mesopotamia. Saat itu, praktik perbudakan mulai terjadi karena perang. Para pemilik tanah mulai berperang satu-sama lain untuk memperebutkan tanah garapan. Mereka yang kalah kemudian ditahan dan dijadikan budak untuk menggarap lahan. Sedangkan perdagangan manusia sebagai komoditas baru berkembang luas pada abad 14 saat muncul pasar budak untuk merespons kurangnya tenaga kerja di Eropa serta wilayah koloninya. Ketika manusia kemudian dilihat sebagai sebuah komoditas, sesuatu yang dapat diperjualbelikan, praktik perbudakan kemudian meluas. Pada abad 15, bangsa Portugis mulai mendatangkan budak dari Afrika Barat ke Eropa. Selanjutnya, pada abad 16, bangsa Spanyol membawa budak ke tanah Amerika.

Tags :
Kategori :

Terkait