Masalah Debu, Pelindo Belum Laporkan Uji Lingkungan

Kamis 15-08-2019,15:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Puluhan warga dari beberapa RW di Kelurahan Panjunan meradang. sebab, udara yang mereka hirup dirasakan telah tercemar. pencemaran udara di sekitar wilayah pelabuhan ditengarai berasal dari aktivitas bongkar muat batu baru di pelabuhan Cirebon. Berdasarkan data yang diperoleh dari Air Visual, kualitas udara di wilayah Kota Cirebon secara keseluruhan, berada di angka 93 yang berarti moderate atau sedang. Pengukuran AirVisual terhadap kualitas udara dilakukan menggunakan parameter PM (particulate matter) 2,5 alias pengukuran debu berukuran 2,5 mikron berstandar US AQI (air quality index). Untuk diketahui, AirVisual menggunakan rentang angka AQI 0-500, di mana semakin tinggi AQI semakin tinggi pula tingkat polusi udaranya. Terdapat enam kategori, masing-masing yaitu dengan AQI 0-50 baik, 51-100 sedang, 101-150 tidak sehat untuk kelompok rentan, 151-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, 301-500 berbahaya. Indeks tersebut menggunakan indikator enam jenis polutan udara yaitu PM2.5, PM10, karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan ozon tingkat dasar. Di lain pihak, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon Jajang Yaya Suganda mengungkapkan, berdasarkan hasil pengujian terakhir yang diterimanya dari Indonesia Port Corporation (IPC/Pelindo) yang dilaporkan kepada DLH, hasilnya cukup baik. Dari 13 parameter yang diuji, tidak ada satupun yang berada diatas baku mutu. Angka baku mutu itu didasarkan pada PP 41/1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Namun itu adalah hasil uji triwulan ke empat atau bulan Desember 2018 lalu. “Kalau data terakhir yang dilaporkan ke kita hasilnya bagus. Setiap tiga bulan sekali,  dilakukan pengukuran udara ambient di 10 titik selama enam hari. Masih di bawah baku mutu semua,” kata Jajang. Beberapa parameter yang digunakan adalah Sulfur Dioksida (S02), Karbon Monoksida, Nitrogen Dioksida, Oksidan, Timah Hitam, Hydrocarbon (HC), pm10, pm2,5, Debu, Amoniak, dan Hydrogen Sulfida. semuanya masih berada di bawah ambang toleransi. Hasil tersebut, tentunya cukup berbeda dibandingkan dengan sekarang. Di mana pada bulan desember tahun lalu, belum ada masyarakat di sekitar pelabuhan yang mengeluhkan terhadap kondisi udara dan debu. Selain itu, Desember merupakan puncak musim hujan di wilayah Cirebon. Diakui Jajang, untuk triwulan pertama dan triwulan kedua 2019, pihaknya belum menerima laporan hasil pengujian lingkungan. Meski setiap kali pihak Pelindo melakukan pengukuran sampel, dari DLH selalu mendampingi dan mengawasi. “Bulan Maret dan Juni sudah dilakukan pengukuran ambient. Tetapi hasilnya untuk Maret dan Juni belum diberikan laporannya. Harusnya, sebelum melakukan pemantauan triwulan kedua, laporan hasil uji triwulan pertama sudah diserahkan,” tambahnya. Di lain pihak, Ketua RW 08 Kelurahan Panjunan, Matsahri (54) meyakini persoalan debu merupakan imbas dari aktivitas pelabuhan. Dia meminta persoalan pelanggaran SOP bongkar muat batubara ditindaklanjuti serius baik oleh Pemerintah Kota Cirebon maupun IPC selaku pengelola pelabuhan. “SOP ini kan sudah kesepakatan. Jadi harus dipatuhi,” tegasnya. (awr)

Tags :
Kategori :

Terkait