Demi 30% Kuota Perempuan, PRT pun Dicalegkan

Jumat 14-06-2013,10:46 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

MAJALENGKA - Syarat yang mewajibkan partai politik peserta Pemilu 2014 dapat memenuhi kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam setiap daerah pemilihan (dapil) tampaknya membuat sebagian parpol kelabakan. Parahnya, karena sulitnya mencari kader partai dari kalangan perempuan, disinyalir ada beberapa partai sampai mencalonkan pembantu rumah tangga (PRT) untuk menjadi  calon legislatif (caleg). Melihat fenomena demikian, pengamat kebijakan publik Kabupaten Majalengka Ade Barzhi Jaenudin SE MSi mengatakan, memang sangat ironis di zaman reformasi seperti saat ini ternyata parpol kesulitan mendapatkan kader perempuan yang mumpuni dari berbagai segi. Akibatnya, saat undang-undang mewajibkan setiap parpol harus memenuhi kuota perempuan minimal 30 persen dalam setiap daerah pemilihan (dapil), akhirnya mereka kelabakan saat pemilu akan tiba dan akhirnya memilih calegnya asal-asalan. \"Setelah saya membaca daftar calon sementara (DCS) caleg yang diumumkan di koran, saya langsung tersenyum, karena ada di antara deretan nama itu sehari-harinya sebagai pembantu rumah tangga. Saya memang tidak mengetahui penyebabnya, tapi yang pasti partai yang sampai mencalonkan pembantu untuk menjadi legislatif hal itu karena parpol tersebut krisis kader perempuan,\" jelas Ade Barzhi Jaenudin, SE MSi kepada Radar, Kamis (13/6). Dikatakan Ade, memang sah-sah saja parpol mencalonkan kaum perempuan yang profesinya pembantu asal memenuhi syarat pendidikan dan yang lainnya. Hanya saja kalau melihat peran, fungsi dan beban yang nantinya akan ditanggung oleh anggota legislatif cukup berat, maka sangatlah ironis jika sampai perempuan yang dicalonkan itu adalah seorang pembantu. Kalau melihat komposisi para caleg yang dipaksakan, karena hanya untuk memenuhi kewajiban, sambung pria yang juga ketua Koperasi Pasar Harapan Kita Majalengka ini, maka sulit diharapkan adanya peningkatan kualitas para wakil rakyat ke depan. Bahkan yang terjadi, di era reformasi seperti saat ini parpol-parpol justru akan merusak kualitas lembaga legislatif yang selama ini sangat dihormati oleh masyarakat. Terjadinya pencalonan pembantu untuk kursi legislatif tandas, kata Ade, hal itu menunjukkan bahwa parpol-parpol gagal dalam melakukan pengkaderan, khususnya perempuan. Padahal, seharusnya parpol sudah dapat mengantisipasinya jauh-jauh hari dengan melakukan pengkaderan di komponen perempuan. \"Jadi kalau seperti ini mau bagaimana dewan mau berkualitas, calon yang diajukannya saja asal-asalan,\" tandasnya. (eko)

Tags :
Kategori :

Terkait