BANDUNG - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil mengatakan, Pemerintah Daerah Provinsi Jabar bekerja sama dengan Polda Jabar dan Pangdam III/Siliwangi menindak tegas penimbun masker sesuai arahan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi). \"Karena laporan dari daerah, banyak kehabisan (masker). Sehingga dikhawatirkan justru ketika saat orang sakit atau petugas kesehatan membutuhkan, tidak ada stoknya. Sudah saya sampaikan dan kita edukasi bahwa masker hanya untuk orang yang sakit,” ujar Ridwan Kamil usai menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan dan Penanganan COVID-19 bersama unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jabar di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (4/3) malam.
“Nah, tadi Pak Wakapolda (mewakili Kapolda di rakor) sudah siap melaksanakan (penindakan penimbun masker). Polisi akan melaksanakan tindakan untuk memastikan isu penimbunan-penimbunan itu tidak terjadi di Jawa Barat,” tambah Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil.
Kang Emil menegaskan, saat ini seluruh pihak terkait di Jabar menguatkan arahan dari pemerintah pusat agar sumber informasi terkait COVID-19 datang dari lembaga yang kredibel.
Adapun nomor hotline crisis center COVID-19 Dinas Kesehatan Jabar -yang kini dinamai Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat (Pikobar)- sejak dibuka pada Selasa (3/3) sampai Rabu (4/3) pukul 15.00 sudah melayani 63 sambungan telepon. Sementara Emergesi Kesehatan 119 melayani 225 sambungan telepon.
\"Pak Sekda (Sekretaris Daerah) diminta untuk melakukan update harian sebagai ketua harian dari Pikobar itu,” kata Kang Emil.
Provinsi Jabar pun sudah menetapkan status Siaga 1 COVID-19, didasarkan pada banyaknya laporan yang masuk dari kabupaten/kota terkait virus Corona yang berasal dari Wuhan, Tiongkok itu.
“Lokasinya banyak di Jakarta, tapi warganya ada di Jawa Barat. Setiap hari ada laporan yang harus kami konfirmasi, Cirebon melaporkan, Cianjur kemarin melaporkan, Sukabumi juga melaporkan, Kota Bandung melaporkan. Ini kan harus dikelola oleh sebuah sistem,” tutur Kang Emil.
“Jadi artinya, kenapa posisi siaga? Itu karena jumlah laporan-laporan dari daerah makin banyak,” katanya.
Kang Emil menambahkan, ada dua status orang terkait COVID-19, yakni dalam pemantauan dan pengawasan. Dia pun meminta media massa untuk membagi istilah dalam pemberitaan, yakni orang dalam pemantauan dan orang dalam pengawasan.
“Kalau pemantauan itu tidak dirawat di rumah sakit, hanya mengecek karena dia historisnya traveling ke mana atau pernah berhubungan (kontak dengan pasien positif COVID-19). Dan kalau pengawasan itu yang disebut suspect,” papar Kang Emil. “Dan jumlahnya, kalau yang dipantau itu sudah puluhan,” katanya.
Selain itu, Kang Emil juga terus meminta masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi situasi Siaga 1 COVID-19, tidak termakan isu hoaks, serta tidak melakukan pembelian sembako secara berlebihan.
Dirinya juga mengimbau masyarakat untuk menyaring dan mengecek informasi terkait COVID-19. Salah satunya dengan merujuk kepada berita-berita dari media terpercaya.
“Saya titip ke media di kondisi seperti ini. Sampaikan, selain faktualnya, juga ada kalimat-kalimat yang menenangkan. Saya kira sekarang kita butuh itu,\" kata Kang Emil.
“Contohnya yang panic buying sembako, kan supply-demand-nya juga aman dan yang melakukan (panic buying) adalah (masyarakat) menengah atas. Karena apa? Karena pengetahuan dan berita hoaks itu,” ujarnya. (rls)