Pasar Gunung Sari Pelopor Nontunai di Indonesia

Sabtu 21-03-2020,21:30 WIB
Reporter : Agus Rahmat
Editor : Agus Rahmat

CIREBON – Pasar Gunung Sari menjadi pasar traditional pertama di Indonesia yang menerapkan transaksi non tunai. Pembayaran elektronik berlaku untuk transaksi antara penjual dan pembeli ataupun pembayaran retribusi pedagang kepada Perumda Pasar.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar (IPP) Gunung Sari, Adam Purnama mengatakan, pembayaran non tunai telah diterapkan Pasar Gunung Sari sejak 11 Desember 2019.

Pembayaran non tunai pada umumnya bisa menggunakan seluruh platform transaksi pembayaran yang biasa digunakan. Seperti GoPay, Ovo, Link Aja, Dana, dan pembayaran sejenis lain.

Masing-masing lapak pedagang, menyediakan 2 barcode yang berbeda. Pertama adalah untuk transaksi antara penjual dan pembeli, lalu barcode ke dua adalah untuk pembayaran retribusi pedagang yang disetorkan setiap hari dan terkoneksi langsung dengan Perumda Pasar.

“Pembayaran non tunai, mampu menekan jumlah uang lecek (jelek, red) dan mampu mengurangi penularan virus juga,” ujar Adam, kepada Radar Cirebon, Jumat (20/1).

Adam mengatakan, kendala kerap dialami pedagang dalam penerapan e-money. Pertama, pedagang tidak semua memiliki perangkat Android. Dan ke dua, tidak semua pedagang mengerti dan melek teknologi. Sehingga, tidak semua dari mereka memanfaatkan kemudahan pembayaran secara digital tersebut. “Sekitar 80 pedagang yang memiliki android, hanya 2 orang yang menerapkan e-money, saya dan Ibu Sri Sumartinah,” kata Adam.

Dari total 2 orang yang memanfaatkan pembayaran non tunai, mengalami penurunan dibanding awal peluncurannya. Sekitar 16 pedagang yang memanfaatkan cara pembayaran ini. Kendalanya, pada saat top up atau isi ulang saldo untuk pembayaran retribusi. Kemudian sosialisasi yang sepertinya perlu dilakukan lagi, dan nampaknya mereka (pedagang, red) masih belum familiar untuk pembayaran elektronik.

Adam menuturkan, ada 180 lapak pedagang di Pasar Gunung Sari. Besaran retribusi yang dibayarkan bervariasi. Bila menempati kios, per hari dikenakan Rp7.500 dan untuk lapak berjualan dikenakan retribusi Rp4.000.

Rencananya, sosialisasi terkait pembayaran non tunai akan kembali dilakukan dalam waktu dekat. Namun karena terkendala dengan virus corona, terpaksa harus di undur sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

Salah seorang pedagang, H Nasikin mengaku, pernah menerima sosialisasi perihal pembayaran non tunai saat pertamakali kemunculannya. Namun, ia sendiri tidak menerapkannya. Lebih memilih pembayaran konvensional, baik pembayaran retribusi ataupun transaksi jual dan beli. “Nggak ngerti soalnya,” kata penjual kebutuhan pokok sembako yang menempati kios tersebut. (ade)

Tags :
Kategori :

Terkait