Dampak BBM Hingga Pemilu 2014, Inflasi Bisa Sampai 8%

Minggu 23-06-2013,06:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlaku Sabtu pukul 00.00 WIB otomatis diikuti dengan naiknya harga barang. Akibatnya, inflasi tahun ini diperkirakan bisa tembus delapan persen atau lebih tinggi dari asumsi inflasi Bank Indonesia (BI) dalam APBN-P 2013 sebesar 7,2 persen. “Kita perkirakan inflasi year on year (yoy) bisa tembus delapan persen, atau sedikit di bawahnya. Sudah pasti akan melampaui asumsi 7,2 persen. Itu wajar terjadi karena harga barang-barang naik akibat biaya transportasi yang meningkat. Kalaupun ada intervensi dari BI (Bank Indonesia) saya kira tetap di sekitar angka itu,” ujar pengamat ekonomi Faisal Basri dalam diskusi di restoran Warung Daun Cikini kemarin (22/6). Faisal menambahkan, gejolak inflasi akibat kenaikan harga BBM akan berlangsung cukup lama karena berdekatan dengan tahun politik 2014. Jika pemerintah menjamin dampaknya hanya akan berlangsung 4-5 bulan, Guru Besar di Universitas Indonesia (UI) ini memperkirakan dampaknya bisa berlangsung hingga sembilan bulan. ”Sampai Pemilu (pemilihan umum) Presiden April 2014,” tandasnya. Menurutnya, program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp150 ribu/rumah tangga selama empat bulan, tidak mungkin bisa menutupi pengeluaran yang meningkat akibat naiknya harga bahan pokok. ”BLSM itu seperti kita habis donor darah, terus dikasih mie instan. Saat itu kita merasa pulih, padahal sampai rumah kita harus kembali banyak makan supaya tidak lemas,” ungkapnya. Dengan melihat situasi ini, Faisal menilai kaum buruh berhak meminta kenaikan upah kepada pengusaha atau pemerintah. Pasalnya biaya hidup menjadi lebih tinggi seiring melonjaknya harga bahan kebutuhan pokok. ”Waktu yang pas untuk minta kenaikan ya sekitar Januari 2014. Kalau ada APBN-Perubahan, boleh dong ada UMR-Perubahan, minta naiknya 50 persen,” usulnya. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Anton Supit mengatakan pengusaha selalu membuka pintu perundingan untuk membahas hal itu bersama perwakilan pekerja. ”Negosiasi selalu dimungkinkan, yang penting selalu mengikuti koridor hukum. Mereka punya hak dijamin Undang-Undang. Senjata pamungkasnya mogok kalau perudingan deadlock. Tapi jangan setiap ada tuntutan mogok dulu yang didahulukan,” ketusnya. Sementara itu, Sekjen Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ardiansyah juga menilai pemberian BLSM merupakan kebijakan pemerintah yang kurang cerdas dan sangat tidak produktif. Pasalnya, kontribusi biaya transport di masyarakat antara 20-30 persen, artinya dari UMR yang diterima buruh setiap bulan, sekitar 20-30 persen dihabiskan untuk transportasi. ”Jadi perlu dirumuskan bersama kebijakan yang tepat, jangan hanya dengan mekanisme bantuan langsung,” tegasnya. Intervensi pemerintah untuk pengembangan transportasi umum diperlukan karena banyak digunakan masyarakat kecil. Menurut Ardiansyah, naiknya harga BBM ini dilematis, karena kalau tarif transportasi tidak naik maka operator akan rugi. Sebab harga suku cadang sudah melambung tinggi.”Kasihan masyarakat di daerah terpencil. Kalaupun mendapat pendidikan gratis, tapi biaya transportasi untuk sampai ke sekolah mahal, jadi dampaknya sama saja,” jelasnya. Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan akan terus memantau pendistribusian BLSM yang disalurkan  di 14 titik. SBY juga meminta masyarakat ikut mengawasi jalannya pendistribusian bantuan sosial yang merupakan kompensasi BBM tersebut. “Dalam sidang kabinet lalu, telah dipastikan kesiapan segala sesuatu terkait dana kompensasi untuk masyarakat tidak mampu yang terdampak kenaikan BBM tersebut. Bapak Presiden meminta agar BLSM dipastikan sampai ke sasaran. Presiden kini memantau dan menunggu laporan pelaksanaan di lapangan,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Jakarta, kemarin. Di tempat berbeda, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan kepastian kenaikan BBM oleh pemerintah menjadi tugas dewan untuk melakukan pengawasan. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menyatakan, menjadi tugas kedewanan untuk melakukan pengawasan, meski dalam hal ini PKS dalam paripurna menolak kenaikan BBM. ”Suka atau tidak suka, begitu menjadi Undang Undang, (kenaikan BBM) mengikat kita semua,” ujar Fahri. Fahri mengingatkan kepada pemerintah untuk serius dalam melaksanakan program kenaikan BBM dan BLSM. BLSM sebagai solusi darurat selama empat bulan harus dilaksanakan hati-hati dan seksama. Ini karena, Fahri menilai BLSM adalah kebijakan yang sedikit banyak berperilaku diskriminatif. ”Namanya kebijakan diskriminatif harus hati-hati. Karena rakyat ada yang menikmati, ada yang tidak menikmati,” ujarnya. Pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens mengingatkan bahwa tanggung jawab pemerintah pasca keputusan menaikkan harga BBM masih banyak. Di antara yang harus mendapat perhatian adalah praktik mafia komoditas kebutuhan pokok. Menurut dia, kenaikan harga yang sudah muncul sejak beberapa waktu terakhir, meski kenaikan harga BBM belum diputuskan, adalah tidak masuk akal. ”Coba cari alasan yang logis kenaikan harga-harga saat ini? Kita tidak akan pernah menemukannya secara memuaskan, itu semua karena kenaikan harga-harga hanyalah permainan para mafia,” ujar Boni Hargens saat dihubungi kemarin. Menurut Boni, para mafia itulah yang membentuk pasar oligopoli sehingga bisa menentukan harga sesuka hati. Umumnya, lanjut dia, mereka juga berkolaborasi dengan penguasa, sehingga praktik yang dilakukan bisa berjalan relatif tanpa hambatan. ”Di sinilah tantangan pemerintah, kalau tidak ingin kepercayaan publik semakin menurun maka kendalikan harga, berantas juga para mafia karena secara logika memang seharusnya tidak sulit,” paparnya. Dia yakin, pemerintah mengetahui persis keberadaan para mafia itu dari data-data intelijen. ”Hal-hal seperti inilah yang menjadi keprihatinan bersama, seharusnya sebelum menaikkan (harga BBM), pemerintah benahi dulu hal-hal seperti ini,” pungkasnya. (wir/bay/dyn/ken)

Tags :
Kategori :

Terkait