CIREBON- Program Tajug Ingsun yang diselenggarakan Radar Cirebon bersama Sanlex nampaknya selalu ditunggu-tunggu oleh warga Kota/Kabupaten Cirebon dan pengurus musala. Program pengecatan musala itu kali ini mampir ke Musala Nur Jati yang terletak di Blok Jati, RT 01 RW 02 Desa Kalisapu, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Sebelum pengecatan, kondisi musala yang didirikan sekitar tahun 1960-an itu sangat memprihatinkan. Dinding tembok yang sudah tua, lantai dan kusen jendela yang sudah rusak dimakan rayap. Menurut pengurus musala, Bajuri (70), musala tersebut terakhir kali direnovasi tahun 1990-an. Hanya di bulan suci Ramadan biasanya warga berinisiatif untuk memperbaiki musala, itu pun dana didapat dari swadaya masyarakat. \"Biasanya kalau mau Ramadan baru ada pengecatan. Tapi alhamdulillah kali ini dibantu sama Radar Cirebon dan Sanlex,\" katanya. Nama Nur Jati, menurut Bajuri, memiliki makna bahwa musala ini diharapkan menjadi cahaya untuk masyarakat Blok Jati. Musala yang berdiri di tanah wakaf ini selalu rutin menggelar salat berjamaah lima waktu. Selain itu, kadang dijadikan tempat mengaji anak-anak dan juga kegiatan marhabanan oleh remaja musala. \"Boleh dibilang musala ini tempat persemaian anak-anak belajar quran,\" katanya. Namun kondisi zaman ditambah dengan banyaknya lembaga-lembaga TPA, membuat kegiatan belajar ngaji anak-anak dipindahkan ke tempat lain. Kini, musala ini hanya menggelar salat berjamaaah dan salat Tarawih berjamaah. Pria yang dari kecil belajar ngaji di musala ini mengatakan peran musala sangat penting untuk mencetak generasi qurani, terutama anak-anak. Maka ia sangat prihatin jika selama ini peran musala dikesampingkan oleh masyarakat. Kondisi ini, lanjut dia, hampir rata di semua daerah. \"Kondisinya berbedalah saat bapak kecil dulu,\" ungkapnya. Ia menuturkan, jika dulu anak-anak berkumpul mengaji sejak waktu asar. Bahkan tidur pun sampai di musala. \"Dulu walau gak ada listrik, bangunan musala juga masih kurang layak, anak-anak pada semangat ngaji. Tapi sekarang kondisi susah walau dengan fasilitas lebih baik,\" katanya. Tak heran jika jamaah salat di musala hanya tersisa sedikit. Itu pun diisi oleh jamaah yang lanjut usia. Musala baru penuh bila mana di momen ramadan saja. Namun, Bajuri paham betul dengan kondisi seperti. Hal ini memang tak bisa dihindari karena pesatnya perkembangan teknologi yang secara tidak langsung, memengaruhi kehidupan masyarakat. \"Jika dulu jadwal magrib itu ngaji, sekarang ya mereka nonton TV,\" lanjutnya. Sementara itu, Bajuri mengatakan untuk mengelola musala memang sekarang simpati orang terhadap kondisi musala berkurang. Ia menyebut ada banyak hal yang perlu direnovasi mengingat kondisi musala yang saat ini minim jamaah. Seperti pengadaan tempat wudhu, pengeras suara, dan juga perbaikan lantai dan kusen jendala. Warga tak bisa berbuat banyak karena sebagain hanya berprofesi sebagai kuli dan petani. \"Kami masih inisiatif mengajukan bantuan ke pemda, pemdes, dan juga ke kemenag, tapi belum ada perhatian,\" ungkapnya. Ia juga meminta untuk diberikan bantuan pengadaan kitab suci Alquraan. \"Sekarang ini kan kondisi musala seakan luput dari perhatian pemerintah,\" pungkasnya. (jml) FOTO: OKRI RIYANA/RADAR CIREBON DIRESPONS POSITIF. Tim Tajug Ingsun dari Radar Cirebon dan Sanlex saat mengecat Musala Nur Jati di Blok Jati, RT 01 RW 02 Desa Kalisapu, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, kemarin.
Program Tajug Ingsun Diadakan di Gunung Jati
Jumat 05-07-2013,10:47 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :