Menanti Sikap ”Randu Gede”

Selasa 23-06-2020,09:00 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Sayangnya Anna tidak sampai tuntas memimpin hingga 2020. Di separuh perjalanannya, ia mengundurkan diri karena alasan keluarga. Posisinya lalu digantikan oleh wakilnya, H Supendi.

Namun Supendi harus lebih awal melepaskan jabatan bupati lantaran kesandung kasus dugaan korupsi melibatkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kursi Supendi lalu digantikan oleh Taufik Hidayat hingga sekarang dengan imbuhan Plt Bupati.

Lalu bagaimana dengan saat ini? Pilkada 2020 sekarang menjadi babak baru PG. Sebab Pilkada 2020 menjadi penentu pengaruh kekuatan politik Yance di Indramayu, bahkan dominasi PG sekaligus.

Pasalnya, “randu gede” (istilah untuk menamai tempat dimana Yance tinggal), tentu masih berharap untuk tidak melepas dominasi politiknya.

Tidaklah heran jika putra keduanya, Daniel Muttaqien Syafiuddin (DMS), digadang-gadang Yance melanjutkan suksesi kepemimpinan Indramayu selanjutnya.

Secara matematis, dengan suara mayoritas PG di kursi dewan tentu bukan hal sulit bagi Yance untuk bisa mengantarkan DMS menjadi bupati.

Tetapi itu sesungguhnya bukan perkara mudah. Sebab munculnya nama DMS di bursa pilkada dari gerbong “randu gede” akan banyak menemui batu sandungan. Mulai dari terancamnya soliditas internal PG hingga semakin cermatnya partai lain berhitung soal koalisi.

Dari kacamata objektif, nama DMS memang dianggap sebagai tokoh muda yang memiliki cukup pengalaman. Statusnya sebagai anggota DPR RI selama dua periode sebagai bukti DMS mumpuni dalam berpolitik.

Namun itu tidak cukup, Yance dan DMS tentu harus siap menghadapi risiko perpecahan di internal PG terutama dari kelompok yang menghendaki adanya perubahan.

Masuk akal, kelompok yang enggan mendukung sikap Yance untuk DMS ini tentu mempunyai kalkulasi politik dengan klaim misi menyelamatkan PG Indramayu.

Mari kita coba telaah lebih dalam. Suka tidak suka, kemenangan partai penguasa tentu tidak terlepas dari peran mesin politiknya hingga “dukungan birokrat”.

Di sini muncul masalah, jajaran birokrat pada level dibawah kepala dinas, bisa jadi akan memilih bersikap diam karena mereka menganggap tidak memiliki “hubungan emosional” dengan Yance dan Anna.

Perihal lain, ditingkat akar rumput bisa jadi pula muncul rasa bosan terhadap “randu gede”.  Walaupun tentu saja untuk sikap akar rumput ini masih banyak loyalis yang menghendaki DMS. Dua kelompok berseberangan pandangan tentang DMS ini dikhawatirkan menjadi ‘lampu kuning’ dominasi PG di Indramayu.

Kondisi tersebut akan sangat menguntungkan partai lain yang juga berniat meramaikan bursa pilkada Indramayu. Sebut saja partai yang memiliki wakilnya di DPRD Indramayu yakni PDIP, PKB, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, Partai Nasdem, Perindo dan Partai Hanura, akan mudah membaca strategi PG nantinya.

Situasi tersebut bahkan dijadikan kans bagi PKB dan PDIP, dua partai yang memiliki kursi terbanyak kedua setelah PG, untuk merontokan domasi PG Indramayu dengan keyakinan mampu mengalahkan DMS dalam pilkada mendatang. Bahkan bisa saja, keduanya  berkoalisi mengawinkan dua tokoh penting partainya untuk posisi cabup-cawabup.

Sederet persoalan (baca: lampu kuning) yang dihadapi PG bisa jadi akan terselamatkan dengan lebih dulu membulatkan suara di tingkat internal. Namun lagi-lagi ini bukan pekerjaan gampang.

Tags :
Kategori :

Terkait