JAKARTA-Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta Pemeritah Daerah (Pemda) tidak lagi ragu mempercepat realisasi penyerapan belanja daerah.
Sikap ragu itulah yang ternyata menimbulkan kelonggaran terhadap masuknya resesi dan tumpulnya roda ekonomi daerah.
Tak kalah penting, Mendagri juga mengimbau agar Pemda yang persentase realisasi belanja masih di bawah 30% untuk segera merealisasikan anggarannya.
”Dan jelas dampaknya terjadi pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat akibat berkurangnya penerimaan negara dampak dari pandemi Covid-19,” ungkap Mendagri dalam Rakor melalui Video Conference yang membahas efektivitas pencegahan dan pengendalian Covid-19 dan Pilkada Serentak Tahun 2020 di Gedung B Lantai 2 Kemendagri, Jakarta Pusat, Kamis (27/8).
Permasalahan kedua yang muncul, lanjut Tito, kepala daerah berhati-hati dalam melakukan belanja memperhatikan cashflow pendapatan, kurangnya ketersediaan dana akibat pengurangan dana transfer yang berimbas pada pendanaan kegiatan yang bersumber dari dana transfer.
”Pemda cenderung melakukan lelang di triwulan dua dan pihak ketiga cenderung menarik dana pembayaran kegiatan pengadaan pada akhir tahun,” ungkapnya.
Sehingga, Mendagri membuat beberapa strategi untuk membantu daerah agar dapat melakukan percepatan penyerapan pendapatan.
Pertama, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan yang memperhatikan aspek legalitas, keadilan, kepentingan umum, karakteristik daerah dan kemampuan masyarakat.
Kedua, melakukan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah dengan Pemerintah dan stakeholder terkait. Ketiga, meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam upaya optimalisasi kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah. ”Termasuk meningkatkan pemanfaatan IT dalam melakukan pemungutan PAD,” terangnya.
Terkait dengan realisasi belanja, diakuinya, sebagian ada yang bawah rata-rata nasional. Tentu, kementeriannya coba mengevaluasi ini. Berusaha mencari tahu melalui Inspektorat Jenderal Kemendagri apa saja masalahnya, sehingga belanja belum terealisasi sesuai target. ”Salah satunya adalah kekhawatiran akan adanya masalah hukum,” terangnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkominfo) Mahfud MD menegaskan, pemulihan ekonomi harus seiring sejalan. Harus saling terkait. Dalam kontek itu pula, Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 18 tahun 2020 yang menitikkan pada dua hal. Pertama penanggulangan Covid-19 dan yang kedua pemulihan ekonomi nasional. ”Nah, jadi disitu ada dua hal yang harus kita kerjakan bersama karena tidak mungkin kita tidak melakukan ini di dalam perkembangan sekarang ini,” kata dia.
Karena itu, kata Mahfud, di masa pandemi ini ada dua arah dalam kehidupan bernegara. Pertama, dalam kebijakan fokusnya tetap memerangi atau menanggulangi Covid-19 dengan sekuat-kuatnya. Yang kedua, memulihkan secara pelan-pelan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat dengan seluruh aspek kehidupan baik itu ekonomi, politik, agama atau sosial.
”Langkah lanjut dari itu maka keluarlah Perpres itu tadi, yang kemudian fokusnya ada dua, yaitu PC dan PEN. PC adalah penanggulangan Covid-19 dan PEN adalah pemulihan ekonomi nasional. Objektif saja dan tidak bisa disembunyikan,” jelasnya.
Mahfud menambahakan Indonesia sedang diambang resesi. ”Kalau secara logika ilmu dan kecenderungan metodologis yang ada, bulan September atau sesudah bulan September atau awal Oktober akhir, September kita itu akan memasuki apa yang dimaksud resesi ekonomi, tidak bisa terhindarkan,” ungkapnya.
Kondisi ini yang mengharuskan semua unsur pemerintahan harus bekerja keras di dalam dua cabang atau dua anak panah kebijakan pemerintah, yaitu PC dan PEN. Tapi kata Mahfud, jangan terlalu paranoid dengan resesi. Resesi itu adalah istilah teknis dari satu situasi. “Resesi itu tidak sama dengan krisis. Resesi adalah suatu keadaan dimana suatu negara secara berturut-turut dalam dua kuartal, pertumbuhan ekonominya itu minus atau di bawah satu atau juga di bawah nol,” jelasnya.