Garis Tangan Tari Topeng Cirebon Diambang Punah?
Wilayah pantai utara kaya akan ragam tarian topeng. Di sana tarian topeng berubah versinya, tetapi di lain sisi ia bertahan menjadi bagian dari sendi-sendi tradisi masyarakat desa. Mengutip Yoyo Nur Suwiryo dalam bukunya, Deskripsi Kesenian Daerah Cirebon diungkapkan para penari keraton memopulerkan tari dengan bebarang atau mengamen di pelosok-pelosok desa. Mereka menarikan tarian topeng dalam lima tingkatan, yakni Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.
Lima karakter itu mencerminkan perjalanan hidup dan watak manusia. Panji menceritakan tentang karakter manusia yang baru lahir, yakni suci dan bersih. Samba menggambarkan karakter anak-anak atau remaja. Rumyang merupakan penggambaran manusia pada masa puber yang mulai bergejolak. Tumenggung menggambarkan manusia dewasa. Adapun Klana, gambaran manusia yang terjebak dalam kabut angkara murka.
Tari Topeng Panji Tari Samba
Tari Tumenggung
Tari Klana
Tari Rumyang
Tarian-tarian itu dibawa oleh para penari ke penjuru pantura, menembus Priangan, menyebar ke Sunda Kelapa, bahkan ke Banten. Lewat interaksi bebarang itu, tari topeng menjadi meluas dan merakyat. Topeng tidak hanya dikenal di Cirebon, tetapi juga di Indramayu, Majalengka, Subang, Banten, hingga Priangan.
15 Gaya Tarian Di Cirebon sendiri, tarian topeng berkembang menjadi tarian rakyat yang hidup di desa-desa. Perkembangan itu tak lepas dari kebijakan Belanda pada masa pemerintahan Daendels pada abad ke-17 yang membatasi dana kesenian di Keraton Cirebon. Pembatasan itu membuat para senimannya memilih pulang ke desanya masing-masing. Baca: SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TARI TOPENG CIREBON ABAD XV – XX
Toto Amsar, Ketua Pusat Studi Topeng Cirebon, menemukan lebih dari 15 versi gaya topeng Cirebon yang pernah hidup di pantura. ”Desa-desa asal para seniman keraton itulah yang mengembangkan berbagai gaya tarian topeng Cirebon,” katanya.
Beberapa desa yang mengembangkan gaya tari topeng, di antaranya, adalah Losari, Slangit, Gegesik, Susukan, Kreyo, dan Kalianyar yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon; Desa Tambi, Pekandangan, Lelea, dan Bongas di Indramayu; Jatitujuh di Majalengka; dan Cipunagara di Subang.
Tarian topeng di tiap-tiap daerah itu bisa ditarikan dengan bermacam-macam gaya, tergantung dari asal desanya. Gaya Losari dari Cirebon timur, misalnya, ditarikan dengan gerakan kayang atau meliukkan tubuh ke belakang. Gaya ini tidak terdapat pada tarian topeng dari daerah lain.
Baca: TEKNIK MEMAINKAN TOPENG DAN PENGARUHNYA
Letak geografis Losari yang lebih dekat dengan Jawa Tengah membuat gaya topengnya terpengaruh tarian topeng Jateng yang mengisahkan cerita Panji, pangeran dari Jenggala. Tarian versi Losari ini biasa disebut juga topeng lakonan. Ada tujuh tarian topeng yang biasanya ditampilkan dalam satu rangkaian, yakni samba, patih jayabadra, kili padagunata, jinggan anom, tumenggung magangdiraja, klana bandopati, dan rumyang.
Sementara tarian dari wilayah barat, yaitu Palimanan, Gegesik, Susukan, Tambi, Kreo, dan Kalianyar, gerakan tariannya lebih mencerminkan simbol-simbol perjalanan hidup manusia. Urutan tariannya tak terikat pada pembabakan yang berjumlah lima, yaitu panji, samba (pamindo), rumyang, temenggung, dan klana.
Sukarta (70), dalang wayang, yang juga cucu maestro tari topeng suji dari Palimanan, menuturkan, perbedaan gaya salah satunya dipengaruhi oleh postur tubuh penari.
Kakek buyutnya, Ki Wentar, sengaja membuat bermacam posisi berdiri disesuaikan postur tubuh anak didiknya. Selain dari postur tubuh, perbedaan gerak juga bisa dipengaruhi penafsiran serta kepantasan gerak.
Endo Suanda, peneliti tari Cirebon, juga melihat perbedaan gaya antardaerah dikarenakan ada penyesuaian selera penonton dan estetika gerak di atas panggung.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


