Pajak Smart

Pajak Smart

BELAJARLAH cara ngeles —menghindar— dari Presiden Donald Trump.

Itu kalau Anda mentolo —tega.

Belajar jugalah menjadi badak dari sosok itu.

Toh ia tetap terpilih sebagai presiden. Biar pun kalah suara secara nasional. Biar pun ia babak belur sebelum pemungutan suara —ketika ia menolak membuka kewajiban pajaknya.

Ia selalu mengatakan: tidak keberatan membuka laporan pajak itu. Tapi tidak pernah menjanjikan kapan.

Sampai-sampai dalam debat Capres yang dulu, Hillary Clinton, lawan debatnya saat itu hanya bisa menyindir: Trump tidak mau membuka laporan pajaknya mungkin memang tidak punya laporan itu —lantaran tidak pernah membayar pajak ke pemerintah federal.

Cara Trump menghindar sindiran Hillary itu begitu badaknya. Inilah jawab Trump pada Hillary saat itu: \"Nah itu yang membuat saya cerdas\".

Memang, dalam dunia konsultasi pajak, di Amerika, ada guyon parikeno: hanya orang bodoh yang membayar pajak tinggi. Orang smart selalu bisa menghindari pajak.

Trump contohnya. Pun sampai ia menjadi presiden. Bahkan sampai menjelang Pilpres lagi sekarang ini. Trump tetap mengatakan tidak keberatan membuka laporan pajaknya itu. Tapi tidak menjanjikan kapan.

Kini, ketika Pilpres tinggal 1 bulan lagi, harian New York Times, membuka semua itu. Kemarin.

Menurut harian terkemuka di Amerika itu Trump hanya membayar pajak federal 750 dolar di tahun ia mencalonkan diri sebagai presiden.

Itu berarti hanya sekitar Rp15 juta. Bukan apa-apanya dibanding Deddy Corbuzier sebagai podcaster —yang membayar pajak hampir Rp4 miliar.

\"Itu fake news,\" ujar Trump ketika dimintai komentar atas berita di New York Times itu. Tapi Trump tidak mau memberikan keterangan lebih dari itu.

Baru sehari kemudian ia menambah penjelasan: itu total palsu. Ia mengaku banyak membayar pajak ke negara bagian. Misalnya New York.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: