Teknik Memancing

Teknik Memancing

DUNIA jurnalistik mendapat pencerahan dari Najwa Shihab: wawancara dengan kursi kosong. Yang viralnya bukan main itu.

Itulah contoh wartawan yang terus berjuang di dunia jurnalistik. Apa pun hambatan yang dialami –termasuk sulitnya menghubungi sumber berita.

Itu sekaligus mengingatkan para pejabat publik bahwa mereka tidak bisa menutup diri. Tidak boleh.

Toh wartawan punya banyak cara. Untuk menghadapi pejabat publik yang tidak mau membuka informasi.

Wartawan itu berbeda dengan aktivis bidang hukum. Yang bisa menempuh cara hukum: menggunakan UU Keterbukaan Informasi.

Yang bisa dilakukan wartawan adalah mencari sumber lain. Misalnya kursi kosong itu. Keterangan sumber lain itu, termasuk keterangan kursi kosong, justru bisa merugikan pejabat publik tersebut.

Atau menguntungkannya. Atau biasa saja.

Najwa Shihab punya cara sendiri: mewawancari kursi yang seharusnya diduduki pejabat publik tersebut. Dalam hal ini Menteri Kesehatan Letjen dr Terawan Agus Putranto.

Di situ ada unsur jenakanya. Ada unsur satire-nya. Pun ada unsur protesnya.

Saya suka sekali melihat wartawan yang kreatif dalam berjurnalistik seperti itu. Saya pun mengajukan lima pertanyaan ringan untuk Najwa:

Kapan ide mewawancari kursi kosong itu lahir? Cerita awalnya bagaimana?

Sejak pandemi, saya pernah mewawancarai Pak Jokowi dan saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik, mengenai potensi mudik memicu penyebaran virus atau tentang kinerja menteri kesehatan, misalnya. Namun presiden tentu bicara kebijakan dalam garis-garis besar karena eksekusi pasti dilakukan dan dikawal para pembantunya. Itulah sebabnya, sejak kasus pertama ditemukan pada awal Maret, berkali-kali saya berusaha terus mengundang Pak Terawan.

Namun, karena Pak Terawan belum merespons, saya berpikir perlunya pendekatan yang dapat menerobos kebekuan informasi mendasar tentang Covid-19. Saya merasa cukup urgent bagi pemerintah menjelaskan langkah-langkah yang sudah, sedang, dan akan diambil secara padu, tidak fragmentaris dan tersebar dari berbagai institusi ad hoc, karena kadang kala pernyataan pejabat-pejabat itu berbeda-beda, dan tidak jarang saling bertabrakan.

Ide menghadirkan kursi kosong itu muncul saat kami berdiskusi secara internal untuk menjawab pertanyaan sederhana: bagaimana mendudukkan perkara penanganan Covid-19 ini pada tempatnya. Kata kuncinya: Duduk perkara. Duduk. Kursi. Jadi, mengajukan pertanyaan di hadapan kursi yang kosong, yang sedianya kursi itu diduduki Pak Terawan, adalah usaha mendudukkan penanganan Covid ini kepada kursinya –artinya kepada proporsinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: