Waspadai Pasal Selundupan, Draf UU Cipta Kerja Segera Dikirim ke Presiden
JAKARTA-Untuk mengantisipasi adanya pasal selundupan dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan, Fraksi PKS DPR RI akan membentuk tim pemeriksa.
Tim ini terdiri dari anggota Badan Legislasi (Baleg) dan tenaga ahli fraksi PKS bidang badan legislasi. Tugas tim ini memeriksa dan membandingkan draf akhir keputusan Panitia Kerja (Panja) dengan salinan UU Cipta Kerja yang diserahkan kepada Presiden.
Anggota Baleg dari Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, dibentuknya tim pemeriksa bukan berarti berprasangka buruk. PKS hanya ingin memastikan isi UU Cipta Kerja yang diterima Presiden sesuai dengan hasil keputusan rapat paripurna DPR RI.
“Sebagai salah satu partai politik yang menolak UU Cipta Kerja, PKS ingin menjaga kualitas proses regulasi kita. Ini adalah langkah antisipatif untuk menjaga marwah DPR RI sebagai lembaga yang terhormat,” ujar Mulyanto, Selasa (13/10).
Ia mengatakan, pihaknya akan menelusuri ada atau tidaknya pasal-pasal selundupan di draf Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja setelah menerima salinan salinan resmi dari Sekretariat Jenderal DPR RI. Berdasarkan salinan resmi itu, tim pemeriksa akan mulai membandingkan isi UU Cipta Kerja dengan draf akhir hasil keputusan rapat Panja.
“PKS sudah bersurat ke Pimpinan Baleg agar dapat diberikan draf resmi, namun dijawab belum siap. Dari dalam belum ada dokumen resminya. Itu 6 atau 7 Oktober kemarin. Sekarang ini kita masih belum dapat memberi pendapat resmi tentang UU Cipta Kerja itu karena belum tahu dokumen mana yang benar-benar diakui. Pimpinan Baleg menyatakan masih ada ralat di sana-sini,” bebernya.
Sesuai UU, pihaknya memberi waktu sekretariat untuk menyiapkan dokumen-dokumen tersebut dengan sebaik-baiknya dan serapi-rapinya. Sebab di masyarakat sendiri telah beredar paling sedikit 3 dokumen draf final UU Ciptaker.
“Nanti kalau sudah ada draf yang bersifat resmi dan final, baru kita akan pelajari secara seksama. Kita bandingkan dengan catatan-catatan yang kita miliki selama pembahasan RUU Ciptaker, baik di Panja maupun di tim perumus/tim sinkronisasi,” terangnya.
Dari perbandingan tersebut akan diketahui, mana pasal-pasal yang tidak sesuai, yang tetap dituangkan di dalam draf final UU Ciptaker tersebut. Menurutnya, semua pihak harus memastikan bahwa proses politik yang terjadi di DPR RI itu berjalan dengan baik.
“Terlepas dari sikap politik akhir kita terhadap UU itu. Apalagi pembahasan rancangan undang-undang ini dilakukan secara cepat di masa pandemik dimana semuanya serba terbatas,” imbuh Mulyanto.
Ia menambahkan, ini adalah pengalaman pertama membahas RUU dengan metode omnibus law. Di mana dokumennya lebih dari seribu halaman, serta mengubah, menambah, atau mencabut pasal-pasal dari sekitar 80 Undang-Undang. “Ini pekerjaan besar yang sangat luar biasa. Karena itu tidak heran kalau terjadi perubahan-perubahan pada draf yang ada,” tambahnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, tenggat waktu penyampaian draf Undang-Undang Cipta Kerja adalah besok pukul 00.00 WIB. Ia mengatakan, tenggang waktu berdasarkan mekanisme tata tertib adalah tujuh hari setelah rapat pengesahan UU tingkat II dilakukan.
Azis menambahkan, ketika UU Cipta Kerja dikirim kepada Presiden maka secara resmi UU Omnibus Law itu, secara mekanisme menjadi milik publik. Ia mengatakan sembilan fraksi partai politik yang ada di DPR RI telah menyepakati, mengikuti, dan menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap UU Cipta Kerja yang akan dikirimkan kepada Presiden Jokowi. “Sembilan fraksi sepakat untuk melakukan pembahasan,\" kata Azis. Kemudian Badan Legislasi DPR RI juga mengikutsertakan sembilan fraksi dalam hampir 89 kali rapat pertemuan. Ini termasuk pertemuan dengan tokoh masyarakat, tokoh buruh, tokoh pendidikan, dan tokoh kaum pengusaha. Proses itu dilakukan baik secara fisik maupun secara virtual.
Politisi partai Golkar ini mengatakan, seluruh data dan bukti rekaman pembicaraan juga akan dilampirkan kepada pemerintah bersamaan dengan draf UU Cipta Kerja. Ia mengklarifikasi mengapa draf final tersebut sampai hari ini belum dikirimkan kepada pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: