Pilkada Serentak 2020 Libatkan Peran Masyarakat

Pilkada Serentak 2020 Libatkan Peran Masyarakat

JAKARTA-Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengakui, tidak mudah mengajak masyarakat menjadi pihak yang netral dalam setiap gelaran pesta demokrasi. Sebagian besar lebih tertarik menjadi partisan karena ada iming-iming dari peserta pemilu.

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan, Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) merupakan salah satu cara Bawaslu untuk melibatkan peran masyarakat pada setiap pesta demokrasi. Dalam merumuskan SKPP tahun 2021, menurutnya Bawaslu perlu masukan dari masyarakat.

“Kami mengajak masyarakat untuk tidak hanya menjadi partisan atau berpihak kepada calon tertentu,” ucap Mantan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) ini, Selasa (13/10).

Afif mengakui, butuh waktu untuk mengajak generasi milenial bergabung menjadi bagian dari pengawas pemilu.

“Kami butuh sumbangsih pemikiran atau out of the box. Percepatan pembuatan kader pengawas semakin aplikatif mudah, murah dan semakin baik dari yang sebelumnya. Saya yakin tantangan dan halangan akan bisa kita lalui bersama,\" ungkapnya.

Afif menjelaskan, SKPP merupakan sebuah inovasi atau terobosan yang dibuat oleh Bawaslu. Sebagai tanggung jawab Bawaslu kepada masyarakat yang ingin tahu soal pemilu, demokrasi, dan isu pengawasannya.

Dikatakan Afif, program SKPP yang telah berjalan sebelumnya hasilnya tidak mengecewakan dan sesuai dengan keinginan Bawaslu. Jumlah masyarakat yang terlibat terus meningkat. Sehingga berimbas terhadap kualitas pengawasan pesta demokasi yang semakin baik. “SKPP tumbuh bersama masyarakat sipil. Berdikari dan selalu bisa bekerja sama dengan baik. Ini harus dipertahankan,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Bagian Sosialiasi Bawaslu Faisal Rahman menuturkan pertemuan ini dibuat untuk merancang konsep SKPP tahun 2021. Kekurangan yang ada pada periode sebelumnya akan diperbaiki. Serta menciptakan inovasi yang belum pernah ada sebelumnya. Maka rencananya akan ada beberapa pertemuan selanjutnya dengan kelompok masyarakat dari berbagai macam latar belakang. “Kami perlu masukan dari pegiat pemilu, latar belakang pendidikan dan lainnya,\" tuturnya.

Sebelumnya, Afifuddin mengatakan, sudah bukan saatnya lagi menempatkan masyarakat sebagai objek demokrasi. Selayaknya masyarakat harus menjadi subjek (pelaku) demokrasi. ”Masyarakat bukan lagi sebagai objek yang perlu diawasi, namun masyarakat ikut menjaga pelaksanaan demokrasi. Masyarakat ikut berpartisipasi dengan mengawasi pelaksanaan pemilu dan pilkada,” katanya.

Pria lulusan Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menegaskan pengawasan jangan sampai menjadi jarak antara pengawas dengan masyarakat. ”Jadikan aktivitas pengawasan sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari. Pengawasan juga dapat dimulai dari obrolan-obrolan kecil,” kata Afif.

Terpisah, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, jika pihaknya membutuhkan peran dari banyak pihak untuk menangkal berita hoaks di media sosial (medsos), salah satunya dari mahasiswa. Partisipasi masyarakat dan mahasiswa akan memperkuat pengawasan konten hoaks di medsos pada Pilkada Tahun 2020. “Tidak ada peran yang dapat mengantikan partisipasi masyarakat dan mahasiswa dalam mengawasi hoaks di medsos meskipun Bawaslu dalam mengawasinya sudah bekerjasama dengan Kominfo dan Facebook,\" kata Fritz.

Sejak 2018, kata dia, Bawaslu sudah terlibat ikut serta dalam melakukan pengawasan dan penindakan terkait dengan hoaks dan ujaran kebencian yang ada di medsos. Fritz mengungkapkan potensi munculnya hoaks di medsos tetap ada pada Pilkada 2020. Banyak dijumpai akun-akun yang masih berisikan ajakan menghasut, menghina, dan mengadu domba. (khf/fin)

https://www.youtube.com/watch?v=ETzvcZIWkwY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: