Akhirnya, Direktur PT MIT Ditangkap

Akhirnya, Direktur PT MIT Ditangkap

JAKARTA-Buronan Hiendra Soenjoto, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hiendra Soenjoto terjerat kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) 2011-2016. KPK lantas melakukan penahanan terhadapnya.

Hiendra ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Desember 2019. Namun, KPK memasukkan namanya ke daftar pencarian orang (DPO) pada 11 Februari 2020 usai Hiendra beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.

“Kami akan menyampaikan penahanan terhadap salah satu tersangka yang KPK tangani, yang masuk dalam daftar pencarian orang sejak 11 Februari 2020. Tersangka tersebut adalah HS (Hiendra Soejoto), Direktur PT MIT,” ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (29/10).

Lili mengatakan, tim penyidik menahan Hiendra selama 20 hari guna kepentingan penyidikan terhitung sejak 29 Oktober 2020 hingga 17 November 2020. Hiendra ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.

“Sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK maka tersangka terlebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1,” katanya.

Penanganan perkara ini, kata Lili, merupakan salah satu contoh pengembangan perkara yang berasal dari operasi tangkap tangan (OTT) dengan nominal barang bukti kecil di Jakarta pada 20 April 2016 lalu.

Kala itu, lanjutnya, KPK berhasil meringkus eks Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Ariyanto Supeno dengan barang bukti yang relatif kecil, yakni Rp50 juta.

“Dari perkara inilah kemudian terbongkar skandal suap yang melibatkan pejabat pengadilan dan pihak swasta dari korporasi besar,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, KPK lantas menetapkan Hiendra sebagai tersangka pemberi suap bersama mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, selaku penerima suap. Kini, perkara Nurhadi dan Riezky telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam konstruksi perkara, dijelaskan Lili, Hiendra diduga memberikan uang sejumlah Rp45,7 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky. Dugaan pemberian suap itu diduga berkaitan dengan pengurusan sejumlah perkara di pengadilan.

Mulanya pada 27 Agustus 2010, Hiendra melalui kuasa hukumnya yaitu Mahdi Yasin mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 m2 dan seluas 26.800 m2 yang terletak di wilayah KBN Marunda kavling C3-4.3 Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.

Pada 16 Maret 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan PT MIT dan menyatakan bahwa perjanjian sewa menyewa depo container tetap sah dan mengikat, serta menghukum PT KBN untuk membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.

Atas putusan tersebut, PT KBN mengajukan upaya hukum banding sampai dengan kasasi. MA dalam putusannya Nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan dalam pokok perkara bahwa pemutusan perjanjian sewa menyewa depo container melalui surat nomor 0106/SBA/DRT.12.3/07/2010 tanggal 30 Juli 2010 adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.

PT KBN meminta segera dilakukan pelaksanaan eksekusi putusan MA tersebut. Namun Hiendra meminta bantuan Hengky Soenjoto untuk dikenalkan kepada Advokat H Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky Herbiyono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: