4 Rapor Merah untuk SBY

4 Rapor Merah untuk SBY

\"\"JAKARTA - Kinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono secara umum mengecewakan publik. Hasil riset terakhir Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny J.A. menyebutkan, selama setahun pemerintahan telah menghasilkan empat rapor merah. Rapor merah itu adalah istilah untuk kepuasan publik di bawah 50 persen. Menurut hasil survei tersebut, kepuasan terendah terjadi pada kinerja pemerintah di bidang hubungan luar negeri. Hanya 42,6 persen masyarakat yang merasa puas. Sebanyak 57,4 persen menyatakan tak puas. “Kasus menonjol yang membuat publik tidak puas adalah konflik dengan Malaysia,” ujar Direktur Strategi LSI Agustinus Budi Prasetyohadi saat melansir hasil survei lembaganya di Caf?isa, Jakarta, kemarin (20/10). Respons pemerintah terhadap negara tetangga tersebut selama ini dianggap sebagai kelemahan negara “besar” terhadap negara yang lebih kecil. Misalnya, terkait dengan isu maraknya penyiksaan TKI (tenaga kerja Indonesia), pertukaran nelayan Malaysia yang ditangkap dengan petugas Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri) yang ditahan Polis Diraja Malaysia, atau budaya Indonesia yang diklaim sebagai budaya Malaysia. Rapor merah selanjutnya ada di bidang ekonomi. Hanya 43,9 persen publik yang menyatakan puas. Sedangkan 56,1 persen menyatakan tidak puas. Hal itu selaras dengan persepsi di bagian lain riset bahwa kurang dari 30 persen public yang menganggap kondisi ekonomi saat ini baik. “Kasus menonjol yang memicu ketidakpuasan adalah meledaknya tabung elpiji dimana-mana,” kata Budi. Dia mengungkapkan, hasil survei lembaganya juga menangkap bahwa 76,1 persen warga khawatir atas penggunaan tabung elpiji untuk kompor gas tersebut. Dua rapor merah lain adalah di bidang penegakan hukum dan politik. Untuk penegakan hukum, hanya 49,5 persen publik yang menyatakan puas. Tetapi, 50,5 persen merasa tidak puas. Sementara itu, dalam bidang politik hanya 49,2 persen publik yang merasa puas. Yang 50,8 persen merasa tidak puas. Di luar empat bidang yang mendapat rapor merah tersebut, kinerja pemerintah berhasil mendapat rapor biru (kepuasan di atas 50 persen) pada dua bidang. Yaitu, di bidang keamanan (63,2 persen) dan sosial (60,2 persen). “Di dua bidang itu pemerintah selamat,” ujar Budi. Lantas, siapa yang paling dianggap bertanggung jawab oleh publik atas kondisi tersebut? Survei itu menyebutkan, ternyata mayoritas publik menganggap bukan Presiden SBY yang patut dipersalahkan. Hanya warga perkotaan dan kalangan terpelajar (pernah kuliah atau tingkat pendidikan di atasnya) yang memberikan rapor merah terhadap kinerja SBY. Untuk warga perkotaan, hanya 48,6 persen yang menyatakan puas atau cukup puas. Sedang kalangan terpelajar cuma 47,5 persen yang menyatakan puas. “Kita semua tahu bahwa jumlah mereka (warga perkotaan dan terpelajar, red) minoritas. SBY masih tertolong personality-nya yang dianggap masih bagus,” tutur Budi. Terutama, lanjut dia, di kalangan masyarakat pedesaan dan berpendidikan menengah ke bawah. Mayoritas publik, ungkap survei itu, masih lebih menyalahkan wapres dan para menterinya. Hal itu terlihat dari tingkat kepuasan pada Wapres Boediono yang rendah. Baik di perkotaan (32,9 persen) maupun pedesaan (49,9 persen), kinerja mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu sama-sama mendapat rapor merah. “Yang menarik, publik ternyata merindukan sosok wapres seperti Jusuf Kalla (JK),” ungkap Budi ketika memaparkan hasil survei lembaganya. Menurut dia, mayoritas masyarakat menginginkan wapres yang cepat dan tegas seperti sosok JK untuk melengkapi leadership yang dimiliki SBY. Setali tiga uang, kinerja menteri secara umum juga menjadi sasaran mayoritas publik untuk disalahkan. Kepuasaan atas para pembantu presiden itu hanya 49,8 persen di daerah pedesaan dan lebih rendah lagi (36,6 persen) di daerah perkotaan. “Karena itu, mungkin SBY tidak perlu ragu memilih menteri yang lebih kompeten dengan modal leadership yang dimiliki,” terang Budi. Survei LSI yang dilaksanakan pada awal Oktober 2010 tersebut melibatkan 1.000 responden. Mereka dipilih dengan metode multistage random sampling dan diwawancarai secara tatap muka langsung. Margin of error riset plus minus 3,2 persen. Dihubungi terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Achsanul Qosasi menghargai hasil survei tersebut. “Titik yang belum optimal memang ada di menteri-menterinya,” ujar Achsanul. Karena itu, dia meminta agar Presiden SBY segera mengevaluasi semua kementerian dan lembaga dalam setahun pemerintahannya. Hal itu diperlukan untuk menjamin efektivitas pemerintah empat tahun ke depan. “Tidak bisa seperti ini terus. Presiden harus segera mengevaluasi semua kementerian dan lembaga,” katanya. Achsanul mengakui, hampir semua kementrian (dan menteri) belum bekerja secara maksimal dan sesuai harapan masyarakat. Salah satu di antaranya, sorot dia, kinerja Kementerian Pekerjaan Umum yang dipimpin Djoko Kirmanto lemah dalam soal pembangunan infrastruktur selama ini. “Nyatanya, belum sampai 70 persen dari target setahun ini yang diberhasil dicapai kementerian itu,” tuturnya. Selain itu, Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Patrialis Akbar juga dinilai perlu dievaluasi. “Perlu juga ada evaluasi menyeluruh di bidang hokum. Itu saya sangat setuju. Jangan sampai negeri ini masih marak mafia hukumnya,” tukasnya. Kendati begitu, dia tetap menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden soal menteri mana saja yang harus dievaluasi. “Evaluasi itu tidak selalu berbuntut ke arah reshuffle. Tapi, kalaupun sampai ke sana, semua kita serahkan pada beliau (SBY, red),” pungkasnya. Sementara itu, siang kemarin sedikitnya ada dua unjuk rasa memperingati setahun masa pemerintahan SBY-Boediono. Yakni, di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Utara, dan di depan kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Meskipun sempat terjadi bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian, untuk rasa kemarin relatif terkendali. Namun, seorang mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Bung Karno, Jakarta, tertembak di bagian kaki kanannya oleh polisi sekitar pukul 15.00. Saat itu, mahasiswa bernama Farel Restu itu bersama rekan-rekannya berunjuk rasa di Jalan Diponegoro.  Dia langsung dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM untuk mendapatkan perawatan. Aksi sempat memanas lantaran rekan-rekan korban tidak terima kolega mereka tertembak peluru tajam. Mereka lantas membakar ban-ban bekas di tengah jalan dan memblokir Jalan Diponegoro di dua titik. Yakni, di depan kantor YLBHI dan di depan markas Bendera eks kantor PDI. Beruntung, petang hari sekitar pukul 17.15 Kabag Operasi Polres Jakarta Pusat AKBP Andri Wibowo bertindak cepat. Dia mendatangi mahasiswa yang berhimpun di depan kantor YLBHI. Lalu, dengan menggunakan pengeras suara, dia mengatasnamakan Polres Jakarta Pusat meminta maaf atas insiden penembakan itu. “Kami juga berjanji akan mengurus perawatan rekan mahasiswa itu (Farel) dan menanggung biayanya sampai sembuh,” terang Andri simpatik.(dyn/kuh/sof/ind/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: