Mahasiswa Demo 1 Tahun SBY-Boediono

Mahasiswa Demo 1 Tahun SBY-Boediono

\"\"CIREBON - Tiga elemen mahasiswa yang terdiri dari HMI, GMNI dan PMII secara bersamaan menggelar aksi unjuk rasa mengkritisi 1 tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Mereka menganggap duet SBY-Boediono gagal dalam menjalan roda pemerintahan. Meskipun tidak bergabung menjadi satu dan cenderung berjalan sendiri-sendiri, ternyata membuat aparat kepolisian  konsentrasinya terpecah. Di saat salahsatu elemen mahasiswa demo, tidak jauh dari lokasi, elemen mahasiswa lainnya juga ikut berdemo dengan isu yang sama. Koordinator Lapangan (Korlap) HMI, Faiz Ibnu Najmudin menilai, setahun pemerintahan SBY-Boediono hanya menggelembungkan harapan kosong, apa yang diucapkan selama kampanye ternyata tidak menemui faktanya hingga hari ini. Hak-hak rakyat  terus dikubur dalam-dalam. Sebaliknya panggung pencitraan terus ditinggikan dalam berbagai program yang tak segaris dengan kebutuhan mendasar kebanyakan rakyat. Sementara itu PMII Cabang Cirebon dalam pernyataan sikapnya memberikan beberapa catatan atas kinerja SBY dalam setahun ini gagal, indikasinya antara lain tidak tegasnya SBY sebagai pemimpin bangsa terkait persoalan batas wilayah Indonesia dengan Malaysia, penangkapan nelayan Indonesia, klaim terhadap budaya Indonesia. Tidak hanya itu, sikap berlebihan SBY selama ini meresahkan masyarakat Indonesia, penegakan supremasi hukum yang tidak tegas terkait persoalan korupsi juga menjadi persoalan serius, akhirnya rakyat yang ikut menderita. Ketua DPRD Drs Nasrudin Azis SH saat menemui mahasiswa  menilai aksi demo yang dilakukan mahasiswa memperingati setahun pemerintahn SBY-Boediono sebenarnya adalah pil pahit  yang dapat dijadikan upaya untuk kinerja pemerintahan  ke depan.  Sebagai bentuk keseriusan,  dirinya juga akan mengirimkan pernyataan sikap mahasiswa kepada presiden SBY. “Tuntutan mahasiswa ini akan kami sampaikan ke beliau (SBY), kebetulan  saya juga kader Partai Demokrat,” kata Azis. Namun demikian, Aziz  enggan  menuruti keinginan mahasiswa yang meminta DPRD  mendesak SBY-Boediono untuk mundur dari jabatannya. Dirinya beralasan DPRD adalah lembaga pemerintahan yang tidak memiliki kewenangan untuk itu. GEBRAK MEJA KARENA WALIKOTA TIDAK ADA Jika 3 elemen mahasiswa, yakni GMNI, HMI dan PMII menggelar aksi unjuk rasa memperingati setahun pemerintahan SBY-Boediono, Front Mahasiswa Reformasi (FMR) justru malah demo mendesak pengusutan tuntas piutang RSUD Gunung Jati. Belasan mahasiswa dengan mengendarai motor menggelar aksinya di pintu gerbang balaikota. Aksi mereka dihadang aparat kepolisian yang menggunakan seragam lengkap dengan tameng dan tongkat. Mereka mendesak untuk bisa bertemu dengan walikota. Karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti mengenai keberadaan walikota, sempat terjadi aksi dorong pintu gerbang. Saking kesalnya tidak bisa menemui walikota, mahasiswa nekat meloncat pagar dan pintu gerbang. Namun aksi tersebut dibiarkan  polisi.  Tidak sampai di situ, mereka nekat menerobos barikade polisi yang menggunakan tameng. Aksi dorong antar keduanya juga sempat membuat suasana  sedikit ricuh. Tetapi kemarahan mahasiswa akhirnya dapat diredam setelah pihak pemkot memfasilitasi mereka untuk berdialog di ruang Adipura. Namun saat mereka masuk ke dalam dan hanya ditemui staf ahli walikota, Drs H Dadang Ruhiyat, mahasiswa marah, bahkan Endin Saefudin langsung menggebrak meja sambil berteriak  bahwa balaikota sebagai sarang penyamun. “Kita keluar semua, buat apa kita di sini. Balaikota tempat sarangnya penyamun,” teriak Endin sambil pergi. Insiden ini sontak membuat Dadang Ruhiyat kaget, apalagi mereka langsung ngeloyor pergi sebelum dialog dimulai. “Walikota tidak berada di tempat karena ada acara dinas, menghadiri seminar,”  elaknya. Firmansyah selaku koordinator lapangan (Korlap) mengatakan,  salahsatu kasus carut marutnya sistem administrasi yang terjadi di tingkat lokal Kota Cirebon, sebenarnya tentang masalah piutang yang ada di RSUD Gunung Jati, padahal rumah sakit sebagai badan layanan umum daerah (BLUD). Hal ini diperkuat oleh temuan audit mengenai saldo  piutang pada RSUD Gunung Jati sekitar Rp2,4 miliar yang  keberadaannya tidak dapat ditelusuri. Semua ini terjadi akibat pelaksana pembuat tagihan RSUD Gunung Jati tidak optimal dalam melaksanakan tugasnya menatausahakan piutang serta tidak cermatnya direktur RSUDGJ dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian piutang. Atas kondisi itu, mereka mendesak walikota untuk memberikan sanksi tegas kepada direktur RSUDGJ, termasuk memperketat pengawasan dan pengendalian utang, pertanggungjawaban tim optimalisasi RSUDGJ yang dinilai tidak optimal dalam menjalankan tugasnya. “Kami mendesak dewan membentuk pansus hak angket untuk menginvestigasi dan mengusut tuntas piutang RSUDGJ dan tingkatkan mutu pelayanan rumah sakit,” tegasnya. Sementara itu, Ketua KAMMI Daerah Cirebon, Mastari mengakui jika KAMMI tidak jadi melakukan aksi unjuk rasa, akan tetapi menggelar dialog di RRI Pratama Cabang Cirebon. “Kami menggelar dialog di RRI,” ujarnya singkat. Kapolresta Cirebon Kota, AKBP Herukoco MSi kepada Radar mengatakan,  peringatan setahun pemerintahan SBY Boediono di Kota Cirebon memang terjadi aksi unjuk rasa.  Bahkan berdasarkan laporan yang masuk, ada 5 elemen mahasiswa yang melayangkan surat yang isinya tentang rencana mereka menggelar unjuk rasa. “Surat yang masuk ke kami sebenarnya ada 5 elemen mahasiswa, yakni HMI, PMII, GMNI, FMR  dan KAMMI,” kata Herukoco. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: