OJK: Kredit Macet Pulih di 2023
SEKTOR perbankan nasional diprediksi baru akan pulih dari efek pandemi Covid-19 pada 2023 mendatang. Pemulihan perbankan itu akan terjadi setelah sektor-sektor produktif lainnya bergerak positif dan Non Performance Loan (NPL) atau kredit macet berkurang.
Ekonom LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengatakan, perbankan membutuhkan waktu paling tidak satu tahun untuk recovery, pasca kebijakan restrukturisasi kredit selesai diberlakukan. Tahun ini, kata dia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan kembali melakukan restrukturisasi kredit selama setahun, maka masa pemulihan baru akan terjadi setelah 2022 mendatang dan NPL baru benar-benar pulih setahun kemudian atau 2023.
“Prinsipnya selama bank itu masih melaksanakan perintah restrukturisasi dan relaksasi, selama umur itu juga bank tidak menerima pendapatan dan nanti kalau mau perbaikan, semasa itu juga nanti bank akan recovery. Bahwa nanti ada yang lebih cepat, barangkali nanti pemerintah harus membuat program stimulus,” ujar Lucky kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (28/2).
Menurut dia, recovery bisa berjalan dengan cepat yakni melalui pemberian stimulus perpajakan. “Jadi ketika usai pandemi dan usahanya bisa buka kembali, jangan langsung ada pengetatan pajak. Nanti tiba-tiba pungut pajak seperti normal, lha wong baru recovery kok langsung dicegat pajak, bagaimana dia mau bayar kian (pinjaman) ke bank-nya, otomatis NPL banknya juga akan lambat untuk pulih,” kata dia.
Dia menambahkan, kebijakan Percepatan Pemulihan Ekonomi (PEN) bukanlah kebijakan tunggal, melainkan harus disertai kebijakan lainnya yang sejalan. “Pemerintah sekarang sudah memberikan kebijakan PEN, kemudian ada lagi Prakerja, kebijakan itu nantinya harus terintegrasi dengan kebijakan kementerian lainnya misalkan Kementerian Perdagangan berupa kemudahan ekspor,” tuturnya.
Sementara itu, OJK memperkirakan risiko rasio kredit macet perbankan kian meningkat. Akibat pandemi, NPL menanjak dari 2,53 persen pada akhir 2019 menjadi 3,06 persen pada Desember 2020.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko menyebutkan kenaikan kredit bermasalah tak lepas dari pandemi. Terlebih banyak sektor usaha yang berhenti bahkan gulung tikar. “Di Desember (NPL) agak turun dari November. Dengan berlalunya waktu saya yakin NPL pasti akan meningkat,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, tingginya kebutuhan restrukturisasi tercermin dari melonjaknya rasio pinjaman bermasalah atau Loan at Risk (LAR) yang naik 135 persen. Pada 2019 Desember, LAR tercatat hanya 9,93 persen dan melambung hingga 23,38 persen pada akhir 2020.
Sejalan dengan itu, perbankan semakin selektif dalam menyalurkan kredit di tengah tingginya risiko kredit. Laju kredit tercatat terkontraksi secara merata di seluruh buku, yang terparah di buku III sebesar 4,02 persen. Lalu bank buku II terkontraksi 2,6 persen dan bank buku I minus 2,5 persen. Terakhir, bank buku IV sebesar negatif 1,46 persen. (fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: