Tesla Halmahera
BEGITU ramai pemberitaan tentang Tesla. Entah benar, entah tidak. Yang batal investasi di Indonesia. Yang pilih pindah ke India. Yang tidak jelas kapan Tesla janji ke Indonesia dan kapan janji pindah ke India.
Yang jelas Indonesia memang mendekati Tesla. Agar mau tanam modal di Indonesia. Ada yang bilang untuk membangun pabrik mobil listrik. Ada juga yang bilang untuk membangun pabrik baterai saja. Tentu juga ada yang bilang dua-duanya. Sekaligus. Dari hulu ke hilir.
Akhirnya keluar penjelasan resmi dari pemerintah: Tesla belum bisa dikatakan batal investasi di Indonesia. Pertama, Tesla memang belum investasi. Apanya yang batal. Rencana pun belum. Kedua, Tesla itu juga belum investasi di India. Apanya yang pindah.
Kelihatannya India dan Indonesia memang sama-sama lagi merayu Tesla. Ini terkait dengan tren mobil listrik yang kian jelas sebagai masa depan. Bahkan masa depan yang sudah di depan mata. Yang proses perjalanan ke masa depan itu kini sudah berada di tipping point. Di Norwegia, penjualan mobil listrik sudah lebih besar dari mobil bensin.
Siapakah yang akan menang merebut hati Tesla? Indonesia atau India? Yang sudah jelas menang adalah: Tiongkok. Tesla sudah membangun pabrik di Shanghai. Bukan lagi pabrik atau mega-pabrik, tapi giga-pabrik. Saking besarnya.
Tiongkok bisa membantunya dengan cepat: satu tahun jadi. Januari lalu sudah produksi. Sudah pula ekspor ke Eropa. Lalu langsung diputuskan: membangun giga-pabrik lagi di sebelahnya. Pun targetnya sama: satu tahun jadi.
Dengan dua giga-pabrik di Shanghai tersebut tentu Tesla tidak mudah mengambil keputusan: apakah akan membangun pabrik mobil lagi di Indonesia. Apakah tidak ekspor saja dari Shanghai. Terutama kalau proses investasi di Indonesia tidak menarik. Dan terutama kalau insentif yang ditawarkan biasa-biasa saja.
Tapi Indonesia memang punya keunggulan tersendiri: punya cadangan nikel yang sangat besar. Salah satu yang terbesar di dunia. Seperempat nikel dunia ada di Indonesia. Saingan kita adalah Australia dan Brazil. Anda sudah tahu di mana pusat nikel di Indonesia: Sulawesi Selatan-Tenggara-Tengah. Juga ada di pulau Halmahera —sepelemparan batu dari Morowali, kalau yang melempar Hulk atau Werkudoro.
Pemerintah sekarang sudah membuktikan bisa menarik investasi mega-raksasa ke Morowali di Sulawesi-Timur —begitulah nama provinsi baru yang sedang digagas beberapa pihak. Sekitar Rp100 triliun ditanam di sana. Oleh perusahaan dari Tiongkok.
Morowali seperti disulap. Dari padang ilalang menjadi Lhokseumawe atau Bontang di masa keemasan gas masa lalu. Penambangan nikel dilakukan besar-besaran. Giga-pabrik smelter dibangun. Pelabuhan raksasa diada-adakan: modern pula. Crane-nya saja bisa mengangkat bahan baku satu tronton panjang sekali angkat.
Nikel adalah salah satu bahan baku penting baterai lithium. Itulah yang ditawarkan Indonesia ke Tesla. Juga ke raksasa baterai Tiongkok dan Korea. Indonesia bisa diandalkan sebagai sumber bahan baku.
Tapi nikel —yang di Sulawesi Timur itu tadi— tidak ada hubungannya dengan baterai. Yang serba raksasa di Morowali itu hanya untuk bahan baku stainless steel —besi tahan karat.
Proses smelter yang di Morowali itu tidak bisa dimanfaatkan untuk industri baterai. Dibelokkan pun tidak bisa. Proses untuk membuat bahan baku baterai berbeda sama sekali dengan untuk membuat bahan baku besi antikarat. Maka untuk memproduksi bahan baku baterai diperlukan investasi baru. Mulai dari nol. Konsepnya 100 persen berbeda.
Maka kelihatannya pemerintah tidak akan menawarkan Sulawesi Timur. Saya memperkirakan pemerintah akan mendorong industri baterai itu di pulau Halmahera. Apalagi sudah ada pelabuhan besar di Halmahera Timur. Pelabuhan baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: