Ramai Isu Jokowi 3 Periode, Yusril: Itu Mustahil!

Ramai Isu Jokowi 3 Periode, Yusril: Itu Mustahil!

JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra angkat bicara terkait isu masa jabatan Presiden Joko Widodo 3 periode yang tengah ramai dibahas.

Yusril menilai, ketentuan dalam Pasal 7 UUD 45 sebelum amandemen mengatakan; Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali, bersifat multitafsir.

“Dimasa Presiden Sukarno jabatan itu dipegang lebih dari sepuluh tahun. Di masa Presiden Suharto bahkan lebih dari 30 tahun, setelah dipilih kembali setiap 5 tahun tanpa ada batasnya,” ujar Yusril Ihza Mahendra lewat keterangan tertulisnya, Seni (15/3).

Dia melanjutkan, di era Reformasi, norma Pasal 5 UUD 45 itu diamandemen sehingga berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Sehingga menurut Yusril, dengan amandemen pertama UUD 45 (1999) yang mengubah ketentuan Pasal 7 UUD 45, maka sifat multi tafsir itu menjadi hilang. Sehingga mustahil seorang Presiden bisa menjabat sampai 3 periode.

“Presiden dan Wakil Presiden hanya menjabat maksimum dua kali peiode jabatan, yakni selama 10 tahun. Tidak ada tafsir lain lagi. Dengan perubahan di atas, maka mustahil akan ada seorang Presiden memegang jabatannya sampai tiga periode, kecuali lebih dahulu dilakukan amandemen terhadap ketentuan Pasal 7 UUD 45 tersebut,” kata Yusril.

Dia menilai, Perubahan UUD memang bisa terjadi melalui “konvensi ketatanegaran”. Teks sebuah pasal tidak berubah, tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks.

“Contohnya adalah ketika sistem pemerintahan kita berubah dalam praktik dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer pada bulan Oktober 1945. Perubahan itu dilakukan tanpa amandemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan dan diterima oleh rakyat,” ujarnya.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (OBB) ini menilai, di zaman sekarang nampaknya akan sulit untuk menciptakan konvensi semacam itu, mengingat banyak faktor: trauma langgengnya kekuasaan di tangan 1 orang dan derasnya suara oposisi, baik di dalam badan2 perwakilan maupun di luarnya.

“Apalagi di zaman kebebasan berekspressi dan kebebasan media sekarang ini, penolakan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode berdasarkan konvensi akan menghadapi tantangan yang cukup berat,” katanya.

“Jangan dilupakan juga, sekarang ada Mahkamah Konstitusi yang melalui proses uji materil, bisa menilai apakah tindakan penyelenggara negara konstitusional atau tidak. Orang bisa mempersoalkan masa jabatan periode ketiga dengan cara konvensi tersebut di Mahkamah Konstitusi. Lain halnya jika terjadi amandemen oleh MPR atas norma Pasal 7 UUD 45, maka Mahkamah Konstitusi tidak bisa berbuat apa-apa,” pungkas YUsril. (dal/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: