Remaja Indonesia Bebas Anemia dan Stunting

Remaja Indonesia Bebas Anemia dan Stunting

PERINGATAN hari gizi nasional ke- 61 tanggal 25 Januari 2021 mengusung tema “Gizi Seimbang, Remaja Sehat, Indonesia Kuat”. Saat ini Indonesia mempunyai tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.

Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun dengan status gizi pendek dan sangat pendek.Selain itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.

Sampai saat ini, anemia merupakan permasalahan global baik pada negara maju ataupun negara berkembang dengan prevalensi anemia defisiensi besi merupakan yang terbanyak. Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada semua usia, terutama ibu hamil, anak-anak dan remaja perempuan. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya :

  1. Peningkatan kebutuhan  besi
  2. Asupan makanan rendah besi dan penyerapan besi yang tidak adekuat
  3. Kehamilan
  4. Penyakit infeksi dan parasit dinegara berkembang

Besi adalah salah satu mineral alami yang terkandung di dalam makanan dan tersedia pula dalam bentuk suplemen. Besi menjadi komponen utama dari pembentukan hemoglobin, yaitu bagian dari sel darah merah. Besi juga memiliki peran dalam proses metabolisme tubuh, pertumbuhan dan perkembangan fungsi normal sel-sel tubuh, serta pembentukan hormon dan jaringan ikat.

Remaja pada umumnya memiliki karakteristik kebiasaan makan tidak sehat. Antara lain kebiasaan tidak makan pagi, malas minum air putih, diet tidak sehat mengabaikan sumber protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, kebiasaan ngemil makanan rendah gizi dan makan makanan siap saji.

Sehingga, remaja tidak mampu memenuhi keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya untuk proses sintesis pembentukan hb. Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kadar Hb terus berkurang dan menjadi anemia.

Anemia defisiensi besi pada remaja dapat memengaruhi tingkat konsentrasi belajar, memori, prestasi disekolah, pertumbuhan fisik, onset menstruasi, status imunitas dan kerentanan terhadap infeksi. Secara khusus anemia yang dialami remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Permasalahan kesehatan dan gizi remaja akan memengaruhi kualitas hidup pada usia produktif dan usia selanjutnya.

Bagaimana hubungan remaja anemia dengan stunting ?

Banyak yang menyangka isu stunting hanya untuk orang tua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal sebenarnya stunting adalah sebuah siklus. Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja ia berisiko punya anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus berputar. Status gizi ibu ini sudah dibangun sejak mereka remaja, sehingga perilaku dan kebiasaan hidup yang sehat sudah harus dibangun sejak remaja.

Berbagai upaya penanggulangan masalah gizi mikro terutama anemia telah dilakukan diantaranya pendidikan gizi, suplementasi tablet tambah darah serta penanganan penyakit penyerta. Hal ini merupakan intervensi spesifik yang sangat strategis, terutama untuk remaja putri untuk mempersiapkan calon ibu yang sehat melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

lndonesia membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, dan kritis demi kemajuan bangsa.

Remaja dapat mencapai produktivitas dan kreativitas yang maksimal apabila mereka sehat. Remaja sehat bukan hanya dilihat dari fisik, tetapi juga kognitif, psikologis, dan sosial. Perkembangan saat remaja, sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa. Generasi milenial perlu gizi optimal. Salam sehat!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: