Pangkas Pos Pemborosan

Pangkas Pos Pemborosan

Untuk Menaikkan Porsi Belanja Publik MAJALENGKA - Akademisi Universitas Majalengka (Unma), Dr Diding Bajuri MSi yakin bahwa persentase belanja untuk publik bisa dinaikkan menjadi 40 persen. Syaratnya, Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) harus memiliki keseriusan untuk mengevaluasi pos-pos anggaran sesuai dengan skala prioritas. Diding mengatakan, dalam pembahasan kebijakan umum anggaran (KUA) dan pelafon prioritas anggaran sementara (PPAS) Banggar dan TAPD hendaknya bisa selektif dalam rangka efisiensi anggaran. Ia mencontohkan sejumlah item seperti penggantian atau pengadaan kendaraan dinas, pengadaan alat-alat kantor seperti komputer, studi banding, dan acara seremonial yang dianggap tidak urgen. “Dengan adanya efisiensi anggaran yang efektif dan berimbang, akan dapat meningkatkan belanja langsung atau publik. Sehingga harapan masyarakat agar di APBD 2011 ada kenaikan anggaran belanja untuk mereka bisa direalisasikan,” ujarnya kepada Radar, kemarin (25/10). Pendapat senada disampaikan Ketua Pansus V DPRD Kabupaten Majalengka, Aep Syaripudin SSi. Menurutnya, peluang dan kemungkinan untuk menaikkan persentase belanja langsung dari 30 menjadi 40 persen masih cukup terbuka. Politisi asal PKS itu mengatakan, awalnya TAPD pada komposisi belanja langsung sempat menyodorkan angka 25 persen. Namun, setelah dilakukan penyisiran, akhirnya bupati Majalengka menaikkan menjadi  30 persen. Meski demikian, Aep menganggap porsi tersebut masih kurang dan bisa dinaikkan menjadi 40 persen. Kuncinya, harus ada komiten bersama antara eksekutif dan legislatif untuk sama-sama meningkatkan pos belanja publik. Peningkatan pos belanja langsung, kata dia, bisa diupayakan dari belanja tidak langsung di luar gaji seperti tunjangan khusus dan bantuan sosial,” ujarnya. Aep menambahkan, efisiensi juga bisa dilakukan terhadap pos-pos anggaran DPRD yang dianggap pemborosan, di antaranya studi banding. Soal studi banding, dewan harus bisa merasionalisasikannya sesuai dengan urgensinya. “Jadi efisisensi bisa dilakukan semua pihak, baik eksekutif maupun legislative. Yang perlu ditekankan adalah soal sistem pengelolaan keuangan yang perlu ditata,” ujar Aep. (pai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: