Tinggal dan Pelajari Industri Kreatif Cirebon
TIDAK perlu jauh-jauh ke negeri orang mempelajari nilai sebuah kehidupan. Sekalipun berlabel internasional, di sekolah yang di antara pendirinya adalah cendikiawan muslim (alm) Nurcholis Madjid dan bos Garuda Food Sudhamek AWS ini, rupanya lebih tertarik mempelajari nilai-nilai kearifan lokal dalam berbagai bentuknya. Program ini sepertinya bisa menjadi referensi bagi sekolah lain. Sebanyak 48 siswa Sevilla International School Jakarta, empat hari tiga malam, 26-29 Oktober 2010 mengikuti Live in Programme (tinggal bersama) di rumah orang tua asuh (host family), para perajin industri kreatif Cirebon, bukan pengusahanya. “Mereka tinggal, bermalam di rumah-rumah perajin, bukan pengusahanya,” ujar Principal Sevilla International School, A Harjono, Selasa (26/10). Siswa-siswa itu dibagi dalam lima kelompok, tinggal di lima titik industri kreatif Cirebon. Seperti batik Trusmi, lukisan kaca, rotan, topeng, dan kerajinan. Di rumah orang tua asuh, siswa mempelajari kekayaan lokal yang ada di Cirebon. Baik dari segi ekonomi, kebudayaan, teknologi produksi usaha rakyat, dan mengamati kehidupan pengrajin kecil. Dari buka mata, pagi hari, sampai malamnya. Selesai program, siswa diminta membuat laporan dengan item seperti, materi dan alat produksi yang dibutuhkankan perajin, langkah dan teknik produksi, penyempurnaan, pemasaran, dan sejarah tentang Cirebon. “Semua itu ditugaskan kepada siswa kami, agar dapat jadi inspirasi bagi pengembangan teknologi produksi usaha rakyat ke depan bangsa ini. Karena kebetulan fokus sekolah kita ke science,” terangnya kepada koran ini saat berbincang di Griya Ciayumajakuning, Jl Siliwangi. Harjono mengatakan ada pesan nilai yang ingin disampaikan dibalik kegiatan ini kepada siswanya sebagai generasi muda. Yakni, nilai-nilai pluralisme dan ekonomi kerakyatan Indonesia. Kedua hal itu menjadi kekayaan yang tidak dimiliki bangsa lain, dan harus dipertahankan. Sebagai modal bahu membahu membangun Indonesia yang lebih baik. Selain itu juga pesan tentang pengorbanan dan kerja keras, serta sikap menghargai kepada orangtua, karena mayoritas latar belakang ekonomi siswa Sevilla berasal dari keluarga berada. “Sekolah kita sangat menjunjung tinggi pluralisme dan pengembangan karakter. Di situ ada nilai-nilai kehidupan yang harus dihargai,” ungkapnya diamini School Counselor Evariana Fachry. Tahun ini, kata dia, menjadi tahun kedua pelaksanaan program Live In. Dan Cirebon dipilih karena potensi industri kreatifnya yang sangat besar. Hanya semua itu ternyata, pada beberapa sisi masih belum mampu mengangkat nasib pengrajin kecilnya. Disamping latar belakang sejarah masyarakat Cirebon yang sudah dikenal plural dan bisa bergandengan tangan membangun daerah di atas keberagaman keyakinan. “Kebetulan kebanyakan orang tua dari siswa yang ikut disini adalah pelaku usaha. Harapan kami sih ya siapa tahu mereka cerita ke orang tua masing-masing, lalu orangtua dapat ikut tergerak hatinya untuk membantu mengembangkan teknologi produksi tepat guna bagi para perajin di Cirebon,” ungkapnya. Perwakilan Griya Ciayumajakuning Adira Sagir menyambut baik keberadaan sekolah yang masih mau menghargai dan turut mempertahankan nilai-nilai lokal. Di tengah derasnya arus globalisasi, tidak jarang perlahan membawa dampak lunturnya perasaan bangga akan potensi lokal. Padahal disitu sesungguhnya nilai jual yang tidak dipunya oleh bangsa lain.(hen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: