Ayatollah Desak Rakyat Hadir ke TPS
IRAN-Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mendesak para pemilih untuk hadir dalam jumlah besar ke tempat pemungutan suara (TPS) pada pemilihan presiden (pilpres) 18 Juni 2021. Ia menyatakan tindakan itu sebagai unjuk kekuatan demi mengurangi tekanan asing terhadap Republik Islam tersebut.
Dua tokoh garis keras dan satu tokoh moderat mengundurkan diri dari kelompok tujuh kandidat resmi pada Rabu. Dinamika itu membuat Pilpres Iran jadi ajang pertarungan satu versus satu antara kepala peradilan yang konservatif dan radikal melawan mantan kepala bank sentral yang moderat. Kepala kehakiman Ebrahim Raisi (60) sekutu Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, secara luas dianggap sebagai favorit untuk menggantikan Hassan Rouhani.
\"Dalam waktu kurang dari 48 jam, sebuah peristiwa penting akan terjadi di negara ini. Dengan kehadiran dan suara Anda, Anda benar-benar menentukan nasib negara, dalam semua masalah besar,\" kata Khamenei dalam pidato yang disiarkan televisi.
Di bawah sistem pemerintahan Iran, Ayatollah memiliki keputusan akhir atas urusan negara, sementara presiden terpilih memerintah negara dari hari ke hari. Bulan lalu, Dewan Wali mendiskualifikasi beberapa kandidat moderat dan konservatif terkemuka, sehingga para kandidat didominasi oleh tokoh garis keras, dengan Abdolnasser Hemmati, yang mundur sebagai kepala bank sentral untuk mencalonkan diri, sebagai penantang moderat utama Raisi.
Pengumuman pada Rabu bahwa mantan perunding nuklir Saeed Jalili dan anggota parlemen Alireza Zakani telah mengundurkan diri akan membantu mengkonsolidasikan suara kelompok garis keras di belakang Raisi. Mohsen Mehralizadeh, seorang tokoh moderat juga mengundurkan diri untuk memberikan dorongan bagi Hemmati. Dua kandidat garis keras lainnya tetap mengikuti pemilihan umum, sekalipun mereka bisa mengundurkan diri atau mendukung Raisi sebelum pemungutan suara pada Jumat.
Pembatasan lebih lanjut dapat meredupkan harapan para ulama tentang jumlah pemilih yang tinggi di tengah meningkatnya frustrasi rakyat atas kesulitan ekonomi dan pembatasan politik.
Beberapa politisi pro-reformasi terkemuka di Iran dan pegiat di luar negeri telah menyerukan boikot pemilu, dan tagar #NoToIslamicRepublic telah banyak dicuitkan oleh rakyat Iran di dalam dan di luar negeri dalam beberapa minggu terakhir. Survei resmi menunjukkan jumlah pemilih berpotensi anjlok ke angka 41%, jauh lebih rendah daripada pemilihan sebelumnya.
Pemilihan itu dilakukan saat Iran sedang melakukan negosiasi di Wina dengan kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015 di mana ia setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Presiden AS Joe Biden berharap untuk menghidupkan kembali perjanjian itu, yang ditinggalkan oleh pendahulunya Donald Trump. Meskipun kesepakatan itu merupakan pencapaian bersejarah dari Presiden Rouhani yang akan menyelesaikan masa jabatannya, pemilihan presiden itu diperkirakan tidak akan berdampak besar pada posisi negosiasi Iran, yang ditetapkan oleh Khamenei. Tetapi mandat yang kuat untuk Raisi dapat memperkuat posisi Khamenei di dalam negeri, serta peluangnya dalam mempengaruhi penentuan pemimpin tertinggi selanjutnya.
\"Jika presiden baru dipilih dengan mayoritas suara yang signifikan, dia akan menjadi presiden yang kuat dan dapat melaksanakan tugas-tugas besar. Jika kita mengalami penurunan jumlah pemilih, kita akan mendapat peningkatan tekanan dari musuh kita,\" kata Khamenei. (ant/dil/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: