Pecah Rekor Dua Kali Seminggu, WHO Sarankan Indonesia Lockdown, dr Tirta: Bisa Konflik

Pecah Rekor Dua Kali Seminggu, WHO Sarankan Indonesia Lockdown, dr Tirta: Bisa Konflik

JAKARTA - Organisasi kesehatan Dunia atau WHO sarankan Indonesia untuk lockdown. Hal ini seiring angka kejadian kasus yang cukup tinggi dalam pekan terakhir.

Satuan Tugas Covid-19 melaporkan bahwa jumlah kasus positif Covid-19 pada Sabtu (26/6/2021) sebanyak 21.095 orang.

Angka tersebut kembali memecahkan rekor harian tertinggi di Indonesia pada Jumat (24/6/2021) yang mencatatkan tambahan 20.547 orang positif virus Covid-19.

Berdasarkan laporan situasi Covid-19 di Indonesia WHO yang dikutip pada Sabtu (26/6/2021), WHO mengungkapkan bahwa perlu untuk Indonesia mengimplementasikan kesehatan masyarakat dan tindakan sosial yang lebih ketat (PHSM) termasuk memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

WHO menyarankan Indonesia melakukan pembatasan mobilitas/pergerakan atau lockdown. WHO menjelaskan dalam dua pekan terakhir, setiap minggunya sebagian besar provinsi di Pulau Jawa melaporkan peningkatan jumlah kasus dan kematian. Dalam sepekan mulai dari 17 hingga 23 Juni 2021 terdapat rata-rata 13.681 kasus per hari.

Grafik lonjakan kasus tersebut mulai terasa pada awal Juni 2021, juga diiringi dengan peningkatan angka kematian.

WHO mencatat pada 20 Juni 2021 beriringan dengan jumlah kasus tertinggi, angka kematian tertinggi juga dicatatkan di daerah Jawa Timur dengan total 1.382 orang meninggal.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa saat ini Indonesia sudah melaksanakan kebijakan mikro lockdown melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro.

“Kan kita sudah melaksanakan kebijakan mikro lockdown dalam PPKM mikro dan pembatasan pergerakan,” ujarnya.

LOCKDOWN BISA MEMICU KERUSUHAN
Sementara itu, relawan edukasi COVID-19, dr Tirta Mandira Hudi tidak menyarankan pemerintah melakukan lockdown. Sebab, langkah penguncian total hanya efektif ketika Indonesia masih kesulitan melakukan tes.

\"Kalau diterapkan 2020 masih mungkin, karena saat itu swab dikit, virus baru. Sekarang sudah hampir 16 bulan,\" tuturnya.

Dalam kondisi sekarang, kata Tirta, masyarakat sudah lelah. Dan kalau pemerintah melakukan lockdown atau PBB total, yang terjadi adalah konflik.

\"Pemerintah tahu itu. Pemerintah tahu risikonya. Konflik. Dan akan banyak yang menunggangi itu untuk kepentingan agar politik tidak stabil,\" tegasnya.

Tirta mencontohnya saat gubernur Jateng mengumumkan Sabtu-Minggu di rumah saja. Yang terjadi adalah, pasar pada H-1 penuh. Ini dikarenakan warga memborong logistik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: