Rp2 Miliar untuk Kebon Pelok

Rp2 Miliar untuk Kebon Pelok

  *****Tetap Disiapkan sebagai Pengganti Alun-alun Kejaksan   KESAMBI– Pemerintah Kota Cirebon telah dinyatakan sebagai pemenang dalam putusan sengketa lapangan Kebon Pelok melalui putusan di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon. Namun Bappeda belum memiliki rencana jelas terhadap pembangunan atau pemanfaatan lapangan tersebut untuk tahun 2014 nanti. Namun demikian, dana Rp2 miliar sudah disiapkan untuk pembangunan lapangan Kebon Pelok. Kepala Bidang Fisik dan Lingkungan Bappeda Kota Cirebon Ir H Yoyon Indrayana MT menjelaskan, sejak 2010 lalu, lapangan Kebon Pelok sudah diproyeksikan menjadi pengganti Alun-alun Kejaksan sebagai lapangan upacara. Semangat awal saat itu, ingin mengembangkan wilayah selatan agar lebih dinamis mengikuti perkembangan era modernisasi. Sejak tahun 2010, perencanaan matang sudah dibuat oleh Bappeda. Dikatakan, lapangan Kebon Pelok sangat tepat untuk tempat kegiatan masyarakat. “Jika di situ ramai, daerah sekitar akan mengikutinya,” ucap Yoyon kepada Radar, Senin (2/9). Untuk desain pengembangan lapangan yang terletak tepat di depan kantor Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, itu sudah dibuat dan disusun secara detail. Di mana, lanjut Yoyon, desain disesuaikan dengan tata kota yang terangkum dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW). Rencana pembangunan lapangan Kebon Pelok saat itu mengharuskan anggaran besar. Dalam perjalannya, Bappeda memiliki dana Rp2 miliar yang diperuntukan khusus bagi pengembangan lapangan Kebon Pelok. Secara teknis, sambungnya, pelaksanaan pembangunan sedianya dilakukan DPUPESDM. “Saat ini posisinya ya tinggal pelaksanaan saja,” ungkap pria berkacamata tersebut. Pasalnya, sejak 2010 hingga saat ini belum ada perubahan rencana pembangunan lapangan Kebon Pelok. Karena itu, perencanaan yang sudah lewat tersebut, tetap bisa dilangsungkan pada tahun ke depan. Namun Yoyo menyayangkan sengketa hukum yang muncul dan tak kunjung selesai. Meskipun telah dimenangkan pemkot, DPUPESDM belum berani memasukkan ke anggaran untuk pengerjaan, karena khawatir akan diklaim saat pembangunan sudah selesai digarap. “Akan menjadi percuma. 2014 tidak bisa dimasukkan, karena sengketa belum jelas,” bebernya. Yoyon berharap, pelaksanaan tetap dilakukan dengan membangun lapangan Kebon Pelok sebagai magnet kawasan selatan. Terpisah, Guru Besar Hukum Pidana Unswagati Prof Ibnu Artadi SH MHum menerangkan, putusan PN Cirebon yang memenangkan pemkot belum dapat dijadikan pegangan hukum. Pasalnya, sepanjang tidak ada kekuatan hukum tetap, lapangan tersebut tidak dapat di eksekusi. Kecuali majelis hakim memutuskan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). Di mana, meskipun belum berkekuatan hukum tetap (inkrahct van gewijdee), putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu. “Itu bisa dilakukan eksekusi. Walaupun penggugat mengajukan banding,” terangnya kepada Radar, Senin (2/9). Dalam perjalananya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat edaran agar majelis hakim tidak memutus dengan putusan serta merta. Artinya, jika penggugat mengajukan banding, eksekusi belum dapat dilaksanakan. Mengantisipasi hal itu dan menyiasati agar eksekusi cepat digelar, pemkot dapat mengajukan gugatan pidana atas bukti atau keterangan palsu di pengadilan. “Gugatan pidana mempercepat proses perdata yang berjalan,” terangnya. Baik pidana maupun perdata, memiliki konstruksi hukum yang sama. Bahkan gugatan pidana pemkot Cirebon dapat menjadi dasar pertimbangan proses hukum perdata atas sengketa lahan Kebon Pelok tersebut. Karena itu, Prof Ibnu Artadi mendukung langkah pemkot dalam mengajukan gugatan pidana. “Itu sudah tepat. Kalau memiliki bukti kuat, ajukan segera gugatan pidananya,” ucap Prof Ibnu. Pasalnya, langkah tersebut dapat memangkas waktu dari proses perdata yang biasanya berkepanjangan dan tanpa kejelasan. Dalam hukum, lanjutnya, pidana mencari kebenaran materiil. Sementara, perdata cukup dengan formil. Artinya, jika pemkot merasa kesaksian dan bukti yang diajukan penggugat palsu, bukti tersebut dijadikan landasan utama gugatan pidana. Menurutnya, keputusan pidana dapat menjadi dasar hukum bagi majelis hakim perdata dalam menggugurkan prosesnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: