Semedi Kriting
Apakah Karina tetap pada pendapatnyi? Atau mengaku salah? Mengakui Prof Rahayu yang benar —bahwa di dalam trombosit tidak terdapat protein penumbuh?
“Baiknya saya semedi saja dulu. Saya ini lebih muda. Harus menghormati senior,” ujar Karina.
Saya memuji sikap Karina yang tidak konfrontatif. Padahal harusnya dia emosi. Bayangkan, nama Karina langsung jatuh di mata publik. Sikap semedi Karina itu saya nilai sebagai bentuk pengorbanan yang luar biasa besar dari seorang peneliti.
Apalagi Karina adalah salah satu mahasiswi Prof Rahayu (kini 74 tahun) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya pun menghormati Karina yang lagi semedi. Saya tidak memprovokasi dia untuk melawan. Asal, itu tadi, janganlah Karina terlalu ”dalam” bersemedi yang sampai membuat keritingnyi menjadi lurus.
Apakah akibat kesimpulan diskusi yang beredar luas di medsos itu permintaan terapi aaPRP langsung berhenti?
“Rumah sakit yang minta kerja sama tambah banyak,” ujar Karina. Tapi banyak juga dokter yang tidak menyetujui permintaan pasien untuk menjalani terapi aaPRP. Dengan alasan: menunggu hasil uji coba tahap 3.
Di tengah menghadapi persoalan itu, Karina kaget: Wakil Ketua DPR Dr Ir Sufmi Dasco Ahmad, tiba-tiba ke laboratorium Hayandra milik Karina. Senin lalu. Dasco adalah juga ketua tim penanganan Covid-19 DPR.
Di HayandraLab, Dasco langsung membuat pernyataan mendukung Karina. Karina tersipu-sipu. Apalagi, di situ juga, Dasco langsung menelepon Menteri Kesehatan Budi Sadikin. Lalu menyerahkan HP itu ke Karina agar bicara sendiri dengan Menkes.
Karina kaget kok tiba-tiba harus bicara dengan Menkes. Kebetulan Juni lalu Karina sudah kirim surat ke Kemenkes. Minta dukungan agar aaPRP dilihat sebagai salah satu cara menangani Covid-19.
Belum lama Karina bicara, HP itu diminta lagi oleh Dasco. Harusnya Karina jangan mengembalikan HP itu –bawa saja lari, itu HP baru yang mahal. (dahlan iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: