Kejagung Dalami Kasus Dugaan Korupsi, Eks Dirut Perum Perindo Diperiksa

Kejagung Dalami Kasus Dugaan Korupsi, Eks Dirut Perum Perindo Diperiksa

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) mendalami kasus dugaan korupsi BUMN Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) terkait pengelolaan keuangan dan dana usaha pada periode 2016-2019. Kali ini tiga orang diperiksa sebagai saksi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa empat orang saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan usaha di Perum Perindo periode 2016-2019. salah seorang saksi yang diperiksa adalah FM, eks Direktur Utama (Dirut) Perum Perindo.

“FM selaku Direktur Utama Perum Perindo 2019-2020, diperiksa terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/8).

Diungkapkannya, selain FM, pihaknya juga memeriksa DH selaku Staf Utama Bidang Enterprise Resources Planning (ERP) dan Digitalisasi Perum Perindo, dan AG selaku Direktur Keuangan Perum Perindo periode 2018-2019 dan Direktur Operasional Perum Perindo Oktober 2019-2020. Kedunya juga diperiksa terkait pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia,” ujarnya.

Sehari sebelumnya atau Selasa (24/8), Kejagung juga memeriksa WP, Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan perusahaan pelat merah tersebut. WP diperiksa juga berkaitan dengan dengan pengelolaan keuangan perusahaan umum perikanan Indonesia.

Dalam kasus ini, Kejagung mengendus dugaan proses perdagangan bermasalah untuk mendapat nilai keuntungan melalui penerbitan medium term notes (MTN) alias utang jangka menengah yang tak sesuai hukum.

Masalah ditemukan pada kontrol transaksi mitra yang lemah sehingga mengindikasikan terjadi kemacetan transaksi. Keuntungan dari MTN itu meningkat tiap tahunnya secara drastis sejak 2016 hingga 2019. Selain itu, pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati sehingga perputaran modal perusahaan itu menjadi lambat. Sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp181.196.173.783.(fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: