Interaksi Minim, Pemicu Siswa Bermasalah
MAJALENGKA - Maraknya permasalahan yang melibatkan anak sekolah, dinilai sebagai dampak dari minimnya interkasi antara pihak sekolah dengan wali murid. Hal tersebut diungkapkan kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Majalengka, Drs H Sanwasi MM, saat ditemui Radar di ruang kerjanya, Senin (16/9). Menurutnya, selama ini interaksi antara pihak sekolah dan wali murid di Kabupaten Majalengka hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun. Ke depan, Sanwasi mengimbau interaksi tersebut harus lebih ditingkatkan lagi agar tercipta keselarasan antara sekolah dengan keluarga siswa. “Diharapkan para guru, khususnya wali kelas minimal 2 kali dalam satu tahun itu melakukan komunikasi, yang mungkin dikemas dalam bentuk rapat. Sekarang ini sangat minim, pertemuan antara pihak sekolah dengan wali murid, paling hanya 1 kali dalam 1 tahun itu,” katanya. Dijelaskan, minimnya komunikasi formal antara guru dengan wali murid, diduga akibat adanya kebijakan yang mengatur tentang dihapusnya iuran sekolah. Padahal, kata dia, komunikasi antara kedua belah pihak tersebut dinilai penting guna memantau perkembangan para siswa. “Mungkin karena sekarang ini tidak ada iuran yang harus dibicarakan dengan orang tua murid. Sekolah harus lebih intensif lagi berkomunikasi dengan wali murid, dan itu akan saya instruksikan,” tegasnya. Ketika disinggung terkait kemungkinan dikeluarkannya larangan siswa untuk membawa kendaraan bermotor saat berangkat sekolah, pasca terjadinya kecelakaan yang dialami oleh anak artis Ahmad Dhani, Dul beberapa waktu, Sanwasi menjelaskan hal tersebut terlebih dahulu akan dibicarakan dengan pihak kepolisian. Namun demikian, jika hal tersebut diberlakukan, nantinya akan berdampak terhadap sisi ekonomi. “Kami akan konsultasi dulu dengan kapolres. Faktor ekonomi akan jadi pertimbangan, ketika dilarang bawa motor. Karena anak-anak mungkin nantinya harus naik angkot, sedangkan jaraknya yang cukup jauh,” lanjutnya. Ia menambahkan, selama ini pihaknya sering mendapatkan laporan terkait adanya siswa yang dinilai bermasalah. Sanwasi mencontohkan, terdapat beberapa siswa yang memutuskan untuk berhenti sekolah lantaran hamil. “Ada saja kasus seperti itu. Oleh karena itu, komunikasi dengan berbagai kalangan, perlu ditingkatkan lagi,” katanya. Namun ketika disinggung terkait jumlah kasus siswa yang hamil, Sanwasi mengaku tidak mengetahui secara detail. “Yang pasti, memang kasus seperti itu ada. Tetapi ketika mereka memutuskan keluar dari sekolah formal, ada sebagain yang melanjutkan dengan menempuh sekolah non formal, yakni program paket,” tandas Sanwasi. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: