KY Beber Percaloan Seleksi Hakim Agung
**Sebut Tiga Anggota DPR “Pesan” Loloskan Calon Hakim Agung Tertentu JAKARTA - Praktik transaksi seleksi Calon Hakim Agung (CHA) di Komisi III DPR didorong segera dituntaskan. Komisi Yudisial (KY) menyebut, selama proses seleksi CHA yang dilakukan lembaga itu sejak 2012, sudah terjadi sejumlah praktik transaksi untuk meminta nama CHA untuk diloloskan. Komisioner KY Bidang Pengawasan dan Investigasi Hakim Eman Suparman menyatakan, saat dirinya menjabat Ketua KY pada tahun 2012, dirinya pernah mendapat ‘pesanan’ untuk meloloskan seorang nama. Pihak yang meminta pesanan tersebut menurut Eman merupakan anggota DPR yang berada di Komisi III. ”Ada tiga orang, beda partai dan beda fraksi meminta. Ketua, tolong calon X diloloskan. Dia baik kok,” ujar Eman menirukan pernyataan oknum anggota dewan itu, dalam diskusi di Warung Daun Jakarta, kemarin (21/9). Pesanan tersebut tidak hanya disampaikan kepada dirinya. Komisioner KY lain, Imam Anshori Saleh dalam sebuah rapat menyebut ada tanda senilai Rp1,4 miliar yang dijanjikan kepada tujuh komisioner. Uang tersebut akan dibagikan dari anggota dewan, asalkan CHA X, lolos dalam seleksi KY. ”Calon X itu tidak lolos. Secara akademis memang pintar, pernah memimpin Pengadilan Tinggi, namun secara integritas laporan masyarakat banyak,” ujar Eman. Salah satu anggota DPR yang menelepon itu ditengarai berasal dari Fraksi Partai Demokrat. ”Saya tidak akan menyebut nama, karena itu akan tendensius,” ujarnya menegaskan. Eman menjelaskan, KY memiliki Standart Operational Procedure (SOP) yang ketat dan susah dalam meloloskan CHA. Secara administratif, CHA berasal dari latar belakang karir harus memiliki kiprah minimal 20 tahun, sementara untuk non karir selama 10 tahun. Selain itu, masih ada syarat pembuatan makalah bagi nonkarir dan portofolio dari CHA yang berlatang belakang karir. ”Bagi calon berlatar belakang karir, harus menyerahkan putusan-putusan terbaik mereka,” ujarnya. Namun, upaya untuk menunjukkan kepada publik urutan CHA dari yang terbaik hingga pilihan terakhir melalui sistem rangking, tidak bisa direalisasikan oleh KY. Eman menyatakan, Komisi III tidak bersedia untuk menerima hasil seleksi melalui urutan rangking. Komisi III hanya ingin menerima hasil seleksi berdasarkan urutan abjad. ”Komisi III tidak ingin di fait accompli oleh KY,” ujarnya. Dengan sistem abjad, CHA yang sejatinya direkomendasikan sebagai salah satu yang terbaik, justru pernah dicoret oleh Komisi III DPR. Eman menjelaskan, KY pernah memiliki CHA yang memiliki integritas baik kompetensi dan moral. Namun, CHA tersebut terlempar dari pilihan tanpa alasan dari Komisi III. ”Ada orang yang kami sebut setengah malaikat. Tapi akhirnya tidak lolos,” ujarnya. Ke depan, KY menginginkan adanya mekanisme pemberian alasan dari Komisi III, yang menyebabkan calon tercoret. Ini karena, berbeda dengan DPR yang hanya melakukan seleksi selama satu hari per CHA, seleksi yang dilakukan KY jauh lebih lama. Untuk satu proses seleksi, pihaknya setidaknya membutuhkan waktu enam bulan. ”Sebenarnya, saat sampai ke DPR, calon itu sebenarnya sudah jadi,” tandasnya. Di tempat yang sama, Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan, jauh sebelum praktik transaksi calon pimpinan lembaga dengan anggota DPR terungkap, para pimpinan DPR sudah mencoba mengantisipasi hal tersebut. Menurut Marzuki, bukan hal yang mudah karena pimpinan DPR bukanlah atasan dari anggota DPR lainnya. ”Membutuhkan komitmen dari partai dan fraksi untuk melakukan perbaikan,” ujar Marzuki. Menurut Marzuki, ada praktik di DPR yang perlu ditinjau kembali. Dimana, dalam pemilihan pimpinan lembaga, perlu dievaluasi urgensi dan korelasi seleksi di DPR. Marzuki menilai terlalu banyak tanggung jawab yang dimiliki DPR dengan alasan mewakili rakyat. ”Jika pemilihan lembaga negara dilakukan melalui seleksi DPT, independensinya diragukan. Kenapa? Karena DPR lembaga politik, interest-nya politik,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu. Menurut Marzuki, kompetensi anggota dewan terkadang tidak memenuhi. Penempatan anggota dewan di sejumlah komisi, terkadang tidak sesuai dengan latar belakang anggota dewan. ”Tidak cukup waktu untuk melakukan seleksi. Apa cukup hanya satu hari,” ujarnya.Marzuki menilai, seleksi di DPR sebaiknya dipersempit saja. Dalam hal ini, DPR cukup memberikan persetujuan kepada calon yang diajukan, sebagaimana amanat konstitusi. Jumlah calon yang disampaikan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan. ”Misal yang dibutuhkan tujuh, berikan tujuh saja. DPR cukup memberikan persetujuan, atau tidak setuju di nomor mana,” tandasnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Al Muzzammil Yusuf mendesak agar para komisioner KY tidak terus menerus berpolemik di ranah publik terkait dugaan praktik percaloan seleksi CHA. Politikus PKS tersebut mendesak agar KY segera mengirim laporan ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Menurut dia, laporan ke BK itu penting untuk menjaga citra dan kehormatan DPR secara kelembagaan. ”Menjadi calo dan menawarkan sejumlah uang untuk meloloskan calon hakim itu jelas melanggar kode etik DPR. KY seharusnya segera lapor BK agar segera bisa diproses,” kata Muzzammil. Selain itu, dia menambahkan, kalau pihaknya telah berencana memanggil KY untuk melakukan rapat konsultasi dalam waktu dekat. ”Karena ini sudah menjadi isu publik,” tandasnya. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Firman Jaya Daeli menambahkan, jika saat ini ditemukan indikasi, sebaiknya DPR langsung melakukan tindakan. Temuan kasus seperti transaksi di toilet harus segera ditindaklanjuti oleh Badan Kehormatan DPR RI. ”Ini demi perbaikan di DPR sendiri,” ujar mantan anggota Komisi III DPR itu. Menurut Firman, proses seleksi sebagaimana konstitusi adalah DPR memberikan persetujuan kepada calon yang diajukan lembaga. Menurut Firman, jika konteksnya semacam itu, ruang proses seleksi sejak awal harus dibuka. ”Apa salahnya jika dibentuk tim seleksi. Prosesnya harus sedemikian rupa, biar rakyat mengetahui,” tandasnya. (bay/dyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: