Jangan-jangan Ada Korupsi, PKS soal Pembangunan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Jangan-jangan Ada Korupsi, PKS soal Pembangunan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

JAKARTA- Pemerintah harus lebih cermat dan berhati-hati dalam melaksanakan program pembangunan infrastruktur nasional. Pemerintah juga harus lebih selektif menyusun skala prioritas pembangunan infrastruktur. Hal itu disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto.

Ia mengatakan proyek yang belum layak sebaiknya jangan grasa-grusu dieksekusi. Jika memang tidak layak jangan dipaksakan.

“Khawatir mangkrak, anggaran membengkak atau proyek merugi. Alih-alih ingin untung, yang ada malah buntung. Akhirnya uang negara habis tersedot. Utang pun melonjak. Ujung-ujungnya rakyat yang harus menanggung beban pembayarannya melalui pajak,” tegas Mulyanto, kemarin.

Soal rencana pemerintah menyertakan APBN dalam pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, ia minta agar pemerintah tak gegabah. Pemerintah terlebih dahulu harus melakukan evaluasi menyeluruh program infrastruktur tersebut. Apalagi untuk proyek yang mengalami pembengkakan biaya.

“Hal ini penting agar diketahui pangkal masalahnya. Jangan-jangan ada korupsi. Karenanya jangan buru-buru ditutup dengan dana APBN. APBN itu uang rakyat. Ini sumber daya langka. Jadi penggunaannya selektif untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukan untuk menambal kekurangan modal proyek para pengusaha,” tegas politisi PKS ini.

Politisi senior PKS itu mendukung bila DPR berniat membentuk panitia khusus (pansus) terkait infrastruktur ini. Menurutnya DPR perlu membentuk pansus untuk mendalami kasus-kasus terkait infrastruktur di atas, dalam rangka mencari penyebab mendasarnya untuk kemudian diusulkan rekomendasi perbaikan.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyetujui penggunaan APBN untuk menutupi pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Bahkan Presiden menunjuk Luhut Binsar Panjaitan untuk mengawal pelaksanaan pembangunan kereta cepat itu.

Padahal sebelumnya dikatakan proyek kereta cepat itu merupakan program swasta yang tidak boleh menggunakan APBN. Selain itu, pekan lalu dikabarkan BUMN Waskita Karya telah menjual tol Cibitung-Cilincing senilai Rp 2,4 triliun.

Padahal biaya pembangunan tol ruas Cibitung-Cilincing itu membengkak hingga Rp10,8 triliun. Diketahui BUMN karya-karya ini memiliki utang yang cukup besar. Adhi Karya mencapai Rp34,9 triliun, Waskita Karya Rp91,76 triliun, PTPP Rp39,7 triliun, dan Wijaya Karya Rp45,2 triliun. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: