Internal KPU Terbelah

Internal KPU Terbelah

CIREBON – Internal Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon terbelah. Pemicunya karena penentuan tempat penyortiran surat suara pilbup di salah satu gudang milik calon legislatif (caleg) Partai Hanura, tanpa koordinasi dengan anggota komisioner lainnya. Ketua Komisioner Divisi Teknis KPU Kabupaten Cirebon Abdullah Syafi’i SSi ME mengaku, kaget mendengar jika penyortiran surat suara dilakukan di gudang milik tim sukses pasangan Hebat (Heviyana-Rakhmat). Dia merasa tidak dilibatkan dalam hal itu. “Saya tidak tahu. Baru ngeh, ribut-ribut di media soal tempat penyortiran surat suara. Ternyata gudang itu milik salah satu pegawai KPU dan suaminya maju sebagai caleg dari Partai Hanura,” ujar Syafi’i, kepada Radar saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (24/9). Ketika disinggung, terkait kesalahan KPU kemudian pada akhir pilkada dimenangkan oleh pasangan Hebat, lantas kelima pasangan calon lainnya menggungat, Syafi’i mengaku, untuk urusan seperti ini bukan masuk di dalam tugasnya. “Tugas saya sebagai ketua divisi teknis dan di pokja penghitungan suara, sedangkan untuk logistik ada Pak Haji Munajim,” ucapnya. Namun, Syafi’i menegaskan, prinsipnya KPU berani menjamin 100 persen kondisi surat suara aman. Sebab, pihaknya sudah mengatur di dalam pedoman buku teknis yang lebih rinci soal pemungutan surat suara, tentang kewajiban, TPS, PPS, PPK, dan kewajiban KPU Kabupaten Cirebon itu menghitung. “Artinya KPU telah membuat sistem hasil pemungutan suara di setiap jenjang, di setiap tempat pemungutan suara (TPS) menghitung hasil perolehan suara,” katanya. Dan hasilnya, lanjut Syafi’i, harus ditempelkan atau dalam bahasa lainnya adalah lampiran C1 KWK KPU di lokasi terdekat yang masih di dalam lingkungan TPS. “Kami sudah instruksikan ke bagian bimtek (bimbingan teknis) wajib ditempel. Kita sedikit maju dari mekanisme pilgub dulu, dari TPS kan berjenjang, nanti hasilnya akan direkap,” paparnya. Rekap yang akan dilakukan PPS mengacu pada undang-undang. Rekap di PPS adalah hasil dari seluruh TPS yang ada di desa. Di sana nanti ada yang namanya lampiran D KWK KPU wajib ditempel. “Jadi kalau ada orang yang penasaran, bisa mengecek sendiri kebenarannya di balai desa,” katanya. Untuk menghidari kecurigaan, Safi’i menyarankan kepada pemilih untuk membuka dan menunjukkan surat suara kepada panitia. Sehingga jika ditemukan ada coblosan, cacat atau rusak bisa dikembalikan dan ditukar dengan yang baru. “Kalau masih ada kecurigaan, silakan cek melalui mekanisme di KPPS, saksi dan panwas. Kita tidak masalah jika nanti prosedur penghitungan surat suara lama, yang penting proses demokrasi itu berjalan secara lancar, dan memastikan amanat masyarakat sebaik-baiknya,” tuturnya. Sementara itu, Ketua Divisi Logistik KPU Kabupaten Cirebon H Munajim membantah adanya miskomunikasi dengan anggota komisioner lainnya dalam penentuan tempat penyortiran surat suara. “Semuanya satu suara dan satu kesepakatan, sebagai ketua logistik pasti saya kasih tahu,” ucapnya. Terpisah, ketua tim sukses pemenangan pasangan H Sunjaya Purwadi-H Tasiya Soemadi Al Gotas (Jago-Jadi) Emon Purnomo menegaskan, KPU banyak melakukan kesalahan dan ada indikasi mendukung salah satu pasangan. Kasus ini akan menjadi bukti kuat untuk gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Emon melihat, KPU dalam menyelenggarakan pemilukada tidak serius. Sebab, untuk melakukan penyortiran surat suara saja, dilakukan di gudang milik tim sukses pasangan Hebat. “Kalau tidak bisa mencari tempat yag steril, kan bisa menggunakan gedung DPRD yang jelas itu merupakan gedung wakil rakyat atau tempat lain yang dianggap netral,” tukasnya. Dia juga menyayangkan, sikap KPU yang menyatakan soal penyortiran  surat suara itu disengaja ataupun tidak disengaja. Persoalannya, tempat awal yang dipilih KPU yakni gudang timses Hebat yang merupakan kesalahan sangat fatal. “Dan ini akan menjadi catatan dan sorotan kita dari beberapa pelanggaran yang dilakukan Hebat, secara hukum,” jelasnya. Emon juga menilai, dipindahkannya lokasi penyortiran ke gedung PGRI juga sarat kepentingan politik. Sebab, arahnya nanti ke tatanan birokasi. Artinya dalam hal ini, PGRI merupakan kepanjangan tangan dari Dinas Pendidikan. Di mana dinas tersebut merupakan kepanjangan tangan pemerintah Kabupaten Cirebon yang masih di bawah kendali Bupati Dedi Supardi . Wakil sekretaris DPC itu juga meyakini, gugatan itu tidak hanya akan dilakukan oleh PDIP, tapi semua timses kadidat cabup-cawabup lainnya yang memiliki persepsi sama. “Terlepas persoalan menang atau kalah, yang jelas jika ada indikasi kecurangan kami yakin pertai lain pun akan melakukan hal serupa,” tandasnya. KPU MAWAS DIRI Kritik lainnya dilontarkan oleh tim pemenangan pasangan Jago-Jadi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon atas kelalaiannya dalam menyortir surat suara di lokasi yang cenderung tidak netral. Fungsionaris PDI Perjuangan Kabupaten Cirebon Suherman, kembali mengatakan, KPU Kabupaten Cirebon sebagai lembaga penyelenggara pemilu harusnya bisa mawas diri. Mengingat di masa-masa yang tensi politiknya sedang tinggi, hal-hal yang bisa menimbulkan persoalan tidak perlu dikemukakan. “Penyortiran surat suara di gudang milik caleg Hanura ini kan mengundang sensitivitas yang tinggi, harusnya dihindari,” katanya. JIka alasan KPU tidak memiliki gudang yang cukup representatif sehingga harus menyewa kepada pihak lain, hal tersebut bukan alasan yang logis. Karena, banyak tempat yang dianggap netral, seperti gedung olah raga atau yang lainnya. “Ini terkesan KPU disetir oleh pihak lain. KPU jangan takut kepada siapa pun, toh yang membiayai pemilukada adalah pemerintah daerah,” imbuhnya. Sebelumnya, pemakaian gudang milik salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati untuk sebagai tempat penyortiran surat suara, tidak hanya diprotes oleh tim pemenangan pasangan calon. Sebagian kalangan pun ikut berargumen, bahwa KPU Kabupaten Cirebon sudah menunjukkan sikap ketidaknetralannya. Budayawan Cirebon Ahmad Syubbanuddin Alwy mengatakan, argumentasi pembelaan yang disampaikan Ketua KPU Kabupaten Cirebon Iding Wahidin tidaklah rasional. Sebab, dalam setiap kesempatan KPU meminta kepada semua pihak untuk tidak mempolitisasi setiap hal yang bisa berujung pada meruncingnya sensitivitas politik. Namun, sekarang ini KPU sendiri yang mempolitisasi penyortiran kertas suara. “Ini sudah jelas bersifat politik, bukan dipolitisasi. Artinya, KPU sudah politis terhadap sesuatu yang bersifat netral,” katanya. Dijelaskan, KPU Kabupaten Cirebon dibentuk sebagai penyelenggara pemilu yang diharapkan bersikap netral dan menjadi penengah untuk pihak-pihak yang tengah berkompetisi di dunia politik. Karenanya KPU bukanlah lembaga asal-asalan. “Sikap KPU sudah jelas dan tidak bisa ditoleransi lagi, yakni netral. Kalau sudah melenceng seperti ini, para kandidat calon lain bisa menggugatnya,” jelasnya. Jika alasan yang mendasar adalah gudang KPU itu kotor dan sempit, wajib dipertanyakan anggaran yang digelontorkan pemerintah daerah kepada KPU yang kurang lebih sebesar Rp30 miliar itu untuk apa saja. “Wajar kalau kami sebagai masyarakat Kabupaten Cirebon bertanya, uang sebanyak itu digunakan untuk apa saja, sehingga ia berani menggunakan gudang milik salah satu calon,” bebernya. Oleh sebab itu, Ketua KPU Kabupaten Cirebon diminta tidak asal bicara. “Anggaran harus dipertanggungjawabkan bung, jangan asal bicara,” katanya. Di tempat terpisah, Ketua Tim Advokasi pasangan Hebat, Qorib Magelung Sakti SH memastikan, tidak ada pengondisian apa pun dari tim Hebat terkait penyortiran surat suara yang dilakukan oleh KPU. Pihaknya berani menjamin, jika pasangan Hebat tidak akan melakukan tindakan culas semacam itu, demi merebut kemenangan dalam pemilukada mendatang. \"Kalau KPU menyortir di tempat milik caleg dari Partai Hanura, itu kewenangan KPU, kami tidak ada hubungannya,\" tegasnya. (sam/jun)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: